REPUBLIKA.CO.ID, Menabung di bank telah menjadi salah satu gaya hidup masyarakat modern. Guna meningkatkan kesejahteraannya, sebagian besar masyarakat telah memiliki kebiasaan untuk menabung di bank. Tabungan merupakan simpanan dana yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati.
Lalu apa hukumnya menabung di bank? Adakah jenis tabungan yang dilarang oleh ajaran Islam? ‘’Kegiatan tabungan tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah),’’ ungkap Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Atas dasar itulah, DSN MUI menetapkan fatwa No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan. Lalu, jenis tabungan apa yang dihalalkan dan dilarang agama Islam? Dalam fatwanya, DSN MUI yang diketuai KH Ali Yafi’e pada tahun 2000 telah menetapkan fatwa tentang tabungan.
Menurut DSN, tabungan terbagi menjadi dua jenis. Pertama, tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga. Kedua, tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Selain itu, DSB juga menetapkan ketentuan umum tabungan berdasarkan Mudharabah. ‘’Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana,’’ ungkap Kiai Ali Yafi’e dalam fatwa itu.
Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, papar DSN, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain. Selain itu, modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
‘’Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening,’’ papar DSN. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Dalam fatwanya, DSN menegaskan, bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.