Jumat 13 Dec 2013 05:03 WIB

Pesantren Perlu Saling Berkomunikasi

Rep: ahmad baraas/ Red: Damanhuri Zuhri
Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Pondok pesantren perlu berkomunikasi satu sama lain. Hal itu kata Kabag TU Kementerian Agama Proinsi Bali, Drs H Wayan Syamsul Bahri MPdI, untuk meningkatkan kerjasama dan semangat saling berlomba dalam kebikan.

"Sesama pondok pesantren jangan saling iri, jangan saling bersaing untuk menjatuhkan. Mari ber-fastabiqul khairat," kata Syamsul di Denpasar, Kamis (12/12).

Hal itu dikemukakan Syamsul dalam pengarahannya mewakili Kakanwil Kemenag Bali, membuka acara Rapat Koordinasi Pondok Pesantren se Bali. Dikatakannya,  hubungan antar pondok pesantren di Bali semakin harmonis dan kondisi itu perlu terus dijaga dan ditingkatkan.

Rakor Pondok Pesantren se-Bali diikuti 55 peserta utusan dari 30 pondok pesantren dari seluruh kabupaten di Bali.

Ikut menjadi pemakalah dalam acara itu Kabid Pendidikan Islam Kanwil Kemenag Provinsi Bali, Muhammad Soleh MPdI dan Pembina Pondok Pesantren Modern Shohwatul Is'ad, Pangkep, Sulawesi Selatan, Drs H Masrur Makmur La Tanro MPdI.

Menurut Syamsul, posisi pondok pesantren saat ini sangat setrategis dalam pembangunan bangsa. Karena saat ini sulit mencari lembaga yang bisa efektif dijadikan tempat mendidik dan membina generasi muda.

Dikatakannya, dorongan untuk melakukan kemaksiatan dalam masyarakat cukup kuat, sementara dorongan untuk berbuat baik semakin melemah.

Pondok pesantren nilai Syamsul, menjadi salah satu lembaga yang masih bisa dijadikan tempat mendidikan generasi muda. "Saya kira pondok pesantren masih bisa dipercaya menjadi tempat menitipkan anak-anak bangsa," kata Syamsul.

Sementara itu, Kabid Pendidikan Islam Kanwil Kemenag Provinsi Bali, Drs H Muhammad Soleh MPdI mengatakan, Kementerian Agama menentukan persyaratan pendirian pondok pesantren, diantaranya harus punya musholla, ada kiyai dan ada santrinya.

Hal itu kata Soleh, untuk menghindari pendirian pondok pesantren yang hanya ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah atau dana dari masyrakat.

"Jangan sampai ada pondok pesantren yang hanya papan nama dan tanpa santri. Karena kita ingin pondok pesantren betul-betul punya nilai keunggulan," kata Soleh.

Bila perlu kata Soleh, pondok pesantren harus punya kegiatan khusus untuk melakukan kajian-kajian dan jelas pula kitab kuning yang dibahas atau yang diajarkan kepada para santrinya.

Pemerintah, katanya, tidak menginginkan pondok pesantren hanya punya santri kalong yang sebentar datang mengaji dan setelah itu hilang dan pergi. Yang diinginkan pemerintah adalah adanya santri yang menetap yang memang datang ke pondok pesantren untuk mengaji. Karena itu pondok pesantren harus memiliki asrama.

Di Bali terdapat lebih dari 30 pondok pesantren dan sekolah diniyah. Keberadaan ponpok pesantren itu tersebar di delapan kabupaten dan kota Denpasar. Terbanyak terdapat di Kabupaten Jembrana.

Pembina dan pengasuh Pondok Pesantren Modern Shohwatul Is'ad, Pangkep, Sulawesi Selatan, Drs H Masrur Makmur La Tanro MPdI mengemukakan, pondok pesantren harus mandiri dalam membiaya kegiatannya.

Caranya adalah dengan memberdayakan potensi yang ada di pondok pesantren, selain juga menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain dengan prinsip saling menguntungkan. "Kalau pengelola pondok kreatif, pasti bisa melakukan hal itu," kata Masrur di Denpasar, Kamis (12/12).

Dikatakan Masrur, pondok pesantren yang dibinanya di Sulawesi Selatan, sudah berhasil melakukan hal itu dan karena itu pula, pihaknya telah menggeratiskan para santri yang menuntut ilmu di pondok Showatul Is'ad. Tapi akunya, ada juga keluarga santri yang ingin membayar dan itu tidak ada masalah.

Di areal pondok pesantren dengan luas 13 hektar lebih, pihaknya telah mengembangkan kegiatan pertanian, dengan menanam jeruk, rambutan dan sejumlah tanaman lainnya.

Di tempat itu juga dibuatkan peternakan ayam dengan sistem tumpang sari dengan ikan lele. "Sebulan kami bisa menghasilkan Rp 70 jutaan dan itu cukup untuk membiayai kegiatan pondok pesantren dengan 350 orang santri," katanya.

Menurut Masrur, dengan adanya kegiatan pertanian itu, selain bisa membiayai kegiatan pondok pesantren, pengelola pondok pesantren bisa melatih anak-anak untuk berkebun dan beternak.

Sehingga kelak, setelah mereka menamatkan pendidikan dari pondok pesantren, mereka bisa hidup secara mandiri, tanpa tergantung kepada pihak lain.

"Jadi intinya pesantren harus bisa mandiri dan juga harus bisa memandirikan para santrinya," kata pengusaha yang juga ketua Yayasan Edukasi Sejahtera Insan Cendekia Bumi Serpong Damai itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement