Kamis 21 Nov 2013 14:20 WIB

Meski Minoritas, Muslim Cina Terus Tumbuh

Rep: afriza hanifa/ Red: Damanhuri Zuhri
Dua remaja Muslim Cina. (ilustrasi)
Foto: AP/Andy Wong
Dua remaja Muslim Cina. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Sejak kematian Mao Zedong. Muslimin mulai diizinkan menunaikan ibadah haji, mendirikan masjid, dan membuka sekolah Islam.

Perkembangan Islam yang sangat pesat di masa lalu tak membawa Cina menjadi negeri Muslim. Saat ini, Muslimin merupakan kelompok minoritas di negara dengan penduduk terbesar di dunia tersebut.

Menurut Pew Research Centre, jumlah Muslimin di Cina mencapai 21,6 juta jiwa. Tapi, jumlah tersebut tak seberapa dengan total penduduk Cina. Muslimin hanya mengambil sekitar 1,6 persen dari demografi Cina.

Sebagian besar Muslim Cina berasal dari Suku Hui. Salah satu suku terbesar di Cina tersebut terkenal sebagai suku Muslim. Jumlah mereka hampir mencapai 10 juta jiwa.

Menurut laman Tionghoa Muslim, istilah Hui berasal dari Hui Hui yang ditujukan untuk bangsa Uyghur. Mereka muncul di sekitar abad kesepuluh saat kekuasaan Dinasti Song. Saat ini, mereka banyak terkonsentrasi di Xinjiang.

Namun, sumber lain menyebutkan, istilah Hui bermula pada era Dinasti Ming. Saat itu, Islam dikenal dengan nama Tiangfang Jiao yang artinya agama bangsa Arab.

Islam juga disebut Hui Hui Jiao, yakni agama bangsa Hui Hui. Dari sejarah tersebut, kemudian Muslimin Cina dari etnis apa pun disebut sebagai orang Hui Hui.

Kondisi Islam di Cina mulai berubah pada abad ke-20, yakni saat Cina memasuki era republik. Saat pemerintahan Cina baru berdiri, pemerintah banyak membuat kebijakan bagi Muslimin.

Islam yang dalam sejarahnya berkembang pesat mulai menurun mengingat tak ada lagi dominasi imigran. Muslimin pun menjadi kelompok minoritas.

Meski sebagai kelompok minoritas, Muslimin Cina tak segan menampilkan identitas mereka. Kalangan pria Muslim terlihat mengenakan peci dan menumbuhkan jenggot.

Para Muslimahnya pun mengenakan jilbab. Untuk kebutuhan pangan halal, mereka tak perlu khawatir. Banyak Muslimin Cina yang membuka usaha pangan. Meski dibuka untuk umum, makanan yang mereka jual selalu halal.

Untuk fasilitas beribadah, Muslimin Cina juga memiliki beberapa masjid. Tak hanya sebagai tempat beribadah, masjid juga menjadi tempat pembelajaran Islam. Mereka juga ramai saat perayaan dua hari raya. Saat Ramadhan pun mereka mengadakan acara buka bersama di masjid.

Meski dapat berinteraksi dengan masyarakat umum, Muslimin Cina lebih menyukai tinggal berkelompok. Mereka membentuk komunitas, bahkan perkampungan Muslim.

Perkampungan Muslim di Wuzhong, misalnya. Di sana, Muslimin Cina hidup bersama. Terdapat sekitar 3.000 Muslim dengan 90 kepala rumah tangga. Mereka berkumpul membentuk perkampungan Muslim.

Kendati Muslim Cina tampak hidup nyaman dan bahagia, ancaman sering kali datang menghantui mereka. Muslimin Cina sering kali menjadi objek pembantaian, terutama di kawasan Xinjiang yang memang menjadi tempat kebanyakan Muslim Cina. Dikabarkan oleh VOA Islam, telah banyak terjadi pembantaian di sepanjang sejarah Muslim Cina.

Menurut VOA, Muslim Uyghur sering kali menjadi target kekerasan. Mereka bahkan dimasukkan dalam daftar teroris Cina.

“Warga Muslim Uyghur memang selalu menjadi kambing hitam Pemerintah Cina atas aksi kekerasan di Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang. Di Xinjiang, selama 2009 telah terjadi ketegangan antara suku Muslim Uighur dan suku Han yang mendominasi daratan Cina,” tulis berita tersebut.

Tercatat, pada Juli 2009 terjadi konflik kekerasan antara Uyghur dan suku Han di Urumqi, ibu kota Xinjiang. Konflik tersebut menyebabkan sedikitnya 197 orang tewas, 1.700 orang terluka, dan 1.434 Muslim Uighur diculik serta dihukum pemerintah Cina.

Konflik Juga terjadi pada 2008. Sedikitnya, 22 orang meninggal akibat bentrok Muslim Uyghur dengan aparat setempat. Konflik terjadi ketika Muslimin tak mendapat izin untuk membangun masjid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement