REPUBLIKA.CO.ID, -- Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, Indonesia dianggap mampu menjadi basis kebangkitan Islam dunia.
Kondisi Indonesia yang relatif damai, tidak ada perang, ditambah sumber daya insani yang kuat dan berkembang menjadi faktor yang mendukung.
“Indonesia punya keuntungan karena jumlah usia produktif kita 50 persen dari penduduk. Pada 2020, jumlahnya akan mencapai 70 persen. Jadi, semua potensi untuk menjadi negara yang besar ada di negeri kita,” ujar Adi Sasono, mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah era Reformasi.
Adi berharap, akan tumbuh pemimpin yang bisa menegakkan keadilan. Untuk itu, perlu adanya iklim berpendapat yang bebas di Indonesia agar semuanya bisa menjadi mungkin.
Umat Islam, sambung Adi Sasono, juga perlu memperhatikan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) karena nantinya tidak akan ada lagi batas di antara negara-negara ASEAN.
Umat Islam Indonesia menyumbang 35 persen dari jumlah penduduk AEC. Ketetapan tersebut bukan hanya akan berdampak pada ekonomi, melainkan juga menjadi tantangan peradaban bagi umat Islam.
Pemimpin oposisi Malaysia Dato' Seri Anwar Ibrahim juga menilai Indonesia harus lebih berperan sebab budaya dan lingkungan yang jauh lebih tenteram.
Menurutnya, harus ada suara yang jelas di kalangan ulama dan pikiran politik untuk mempertahankan garis sederhana yang mampu mengangkat umat. Ia menambahkan, umat Islam sekarang ini kehilangan arah, buntu, dan sukar menentukan arah tujuannya.
“Saya lebih menekankan Indonesia karena masih mampu melaksanakan wacana dengan bebas, sistemnya masih demokratis, mau bicara apa saja mungkin. Ini saya sampaikan sendiri kepada Presiden SBY supaya lebih memainkan peranan,” ujar mantan wakil perdana menteri Malaysia tersebut.
Saat ditanya bagaimana konkretnya, ia mencontohkan, soal Islamfobia. Media, terutama Barat, kerap menyerang Islam dengan kasar. Ia berharap, umat Islam lebih tenang dan sederhana menghadapinya.
Dia yakin hak itu bisa dilakukan Indonesia asalkan ada langkah politik yang jelas serta kesediaan golongan muda, sehingga mampu menentukan tata kelola Islam yang baik
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Iffah Ainur Rochmah menyatakan, para pemuda adalah masa depan bangsa. Merekalah yang akan menentukan apakah negara dan Islam akan semakin maju atau justru hancur berantakan.
Melongok apa yang terjadi sekarang, kondisi pemuda membuat miris. Setiap harinya ada peningkatan jumlah pemuda yang tersandung masalah narkotika, seks bebas, dan beragam tindakan kriminal lainnya.
Ribuan anak muda terancam dikeluarkan dari sekolahnya dan banyak anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi seksual dan fisik. Eksploitasi ini terus berlanjut, hingga ke jenjang institusi pekerjaan.
“Ini adalah bukti lemahnya sistem yang ada sekarang yang tidak bisa mengakomodasi potensi para pemuda dan gagal memberikan sarana yang tepat untuk menyiapkan mereka sebagai pemimpin bangsa ke depannya nanti,” katanya.
Sistem yang salah ini, menurutnya, adalah kapitalisme yang mengakar hingga merongrong prinsip demokrasi yang menjadi pegangan bangsa. Kapitalisme hanya menghasilkan degradasi moral, penderitaan, dan kemiskinan.
Program pemberdayaan pemuda yang dicanangkan pemerintah pun, menurut Iffah, hasilnya mengarah pada hal yang tidak diharapkan. Seharusnya, bisa mencetak pemuda yang cerdas, jujur, dan menginspirasi. Tapi, yang terjadi sekarang adalah anggaran negara pun melayang pada program yang tidak jelas.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, HTI mengusulkan agar pemerintah membuat progam yang tepat bagi para pemuda. Selain itu, menolak adanya sistem kapitalisme yang membuat negara kini tak bisa menyediakan sarana pendidikan yang memadai.
Baik bagi anak bangsa yang cerdas, tapi kurang menjangkau dalam masalah ekonominya. Terakhir, Islam dijadikan pegangan dalam segala hal, termasuk untuk mencetak generasi yang lebih baik.