Kamis 31 Oct 2013 17:44 WIB

Inggris Luncurkan Indeks Syariah

Rep: rosita budi suryaningsih/ Red: Damanhuri Zuhri
Syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Umat Islam kini patut berbangga hati karena eksistensinya diakui dan diperlukan dunia Barat. Dunia Barat yang mayoritas penduduknya non-Muslim kini semakin membuka tangan pada hal-hal Islami. Salah satunya adalah dalam ekonomi syariah.

Kabar gembira datang dari daratan Inggris yang baru-baru ini meluncurkan bursa syariah. Ya, negara ini mengumumkan adanya bursa baru yang diberi nama Islamic Index di Bursa Efek London.

Perdana Menteri Inggris David Cameron yang memberikan pengumuman tentang masalah ini secara resmi. Bahkan, pihaknya sedang menyusun rencana selanjutnya untuk menerbitkan obligasi syariah. “Hari ini, Bursa Efek London mengumumkan terciptanya indeks baru,” ujarnya, seperti dilansir dari AFP, Rabu (30/10).

Cameron berbicara secara langsung pada sekitar 1.800 pemimpin politik dan bisnis yang bertemu dalam World Islamic Economic Forum kesembilan yang berlangsung di London.

Ajang ini pertama kali digelar di luar negara Muslim. Hal ini membuktikan Inggris sedang mencoba untuk membangun hubungan ekonomi yang lebih kuat dengan dunia Islam.

Dengan membuat indeks baru syariah ini, menurut Cameron, merupakan cara baru yang tak ada salahnya dicoba.

“Kami ingin mengidentifikasi peluang ekonomi Islam yang kini menjadi semakin mengemuka di seluruh dunia,” katanya. Ia pun bangga negaranya bisa menjadi negara non-Muslim pertama yang punya indeks syariah.

Indeks syariah ini akan berisikan perusahaan-perusahaan yang memenuhi prinsip investasi secara syariah sesuai dengan hukum Islam.

Dasarnya adalah investasi yang disusun berdasarkan pertukaran kepemilikan atau aset riil, sedangkan uang hanya digunakan sebagai metode pembayaran. Dalam prinsip syariah, dilarang adanya bunga.

Mimpi Inggris selanjutnya adalah secepatnya bisa menerbitkan obligasi syariah. Cameron pun berharap Inggris akan menjadi negara pertama di luar negara Islam yang bisa menerbitkan obligasi tersebut. Selama ini, kata dia, orang-orang telah ramai menerbitkan sukuk yang bukan syariah.

Namun, hal ini belum cukup. Inggris akan membuka mata dunia dan menunjukkan cara bagaimana melakukan perubahan. “Yang dibutuhkan adalah tantangan pragmatis dan kemauan politik. Dan, kami punya keduanya,” ujar Cameron.

Tak main-main, besarnya investasi yang dikucurkan Departemen Keuangan Inggris pada penerbitan obligasi membutuhkan sekitar 200 juta poundsterling, setara 234 juta euro atau 322 miliar dolar AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement