Pondok Pesantren Mangli merupakan salah satu lembaga pendidikan yang unik dan menarik. Banyak ulama besar yang dicetak oleh ponpes ini. Sepak terjang pesantren tasawuf ini tidak terlepas dari sosok sang pendiri yang memiliki banyak cerita keajaiban.
Berdasar cerita yang beredar di masyarakat, KH Hasan Asy’ari atau lebih dikenal dengan nama Mbah Mangli, bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta, dan bahkan Sumatra.
Ia juga tidak memerlukan pengeras suara (loud speaker) untuk berdakwah seperti halnya kebanyakan kiai lainnya. Padahal, jamaah yang menghadiri setiap pengajian Mbah Mangli mencapai puluhan ribu orang.
Menurut sesepuh Dusun Mangli, Mbah Anwar (75), warga Mangli sangat menghormati sosok Mbah Mangli. Bahkan, meski sudah meninggal sejak 2007, nama Mbah Mangli tetap harum. Setiap hari ratusan pelayat dari berbagai daerah memadati makamnya yang berada di dalam kompleks pesantren.
Mbah Mangli menyebarkan Islam di lereng pegunungan Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo. Ia juga merupakan Mursyid Tariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Dialah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu, daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Compleks (MMC).
“Tantangan beliau sangat berat. Para begal membabat lahan pertanian penduduk dan mencemari sumber mata air pondok. Warga Mangli sendiri belum shalat meski sudah Islam. Kebanyakan warga kami hanya Islam KTP,” ungkap Kepala Dusun Mangli Suprihadi.
Dusun Mangli terletak persis di lereng Gunung Andong. Dengan ketinggian 1.200 dpl, bisa jadi pesantren ini adalah yang tertinggi di Jawa Tengah.
Dari teras masjid, para santri bisa melihat hamparan rumah di Kota Magelang dan Temanggung dengan jelas. Pemandangan lebih menarik terlihat pada malam hari di mana lautan lampu menghias malam. Untuk ke lokasi ini, kita harus menempuh perjalanan sekitar 40 kilometer dari ibu kota Kabupaten Magelang, Mungkid.
Secara khusus, Mbah Mangli mendidik para santrinya di sebuah pesantren sederhana di lereng Gunung Andong. Tempat pesantren itulah yang kemudian dikenal sebagai desa Mangli yang terletak di perbatasan Kecamatan Grabag dan Ngablak, kurang lebih 25 kilometer arah timur laut Kota Magelang. Mbah Mangli merupakan salah satu penganut tarekat Nahsyabandiyyah.
Dengan arif, Mbah Mangli tidak melawan berbagai ancaman dan gangguan dari para rampok dan begal. Ia justru mendoakan mereka agar memperoleh kebahagiaan dan petunjuk dari Allah SWT. Keikhlasan, kesederhanaan, dan ketokohan ini pula yang membawa Mbah Mangli dekat dengan mantan wapres Adam Malik dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Selain mendidik umat lewat pesantren, Mbah Mangli juga aktif melakukan dakwah dan syiar agama Islam ke berbagai wilayah. Di Desa Mejing, wilayah Kecamatan Candimulyo, bahkan Mbah Mangli secara khusus menggelar pengajian rutin bertempat di sebuah langgar atau surau yang dikenal sebagai langgar Linggan. Berbagai kalangan umat Islam datang berbondong-bondong untuk mendengarkan nasihat dan petuah kiai karismatik tersebut dengan penuh kekhidmatan.
Pengajian pada masa lalu memang hampir tanpa sentuhan teknologi canggih seperti zaman sekarang. Jangankan peralatan perekam maupun dokumentasi foto, sekadar pengeras suara pun masih jarang dijumpai. Meskipun, tanpa pengeras suara, seluruh jamaah pengajian yang hadir, baik di sebuah masjid maupun di lapangan terbuka, selalu dapat mendengar tausiah Mbah Mangli dengan jelas dan terang. Meskipun jumlah jamaah ratusan, bahkan ribuan orang, dari berbagai posisi yang dekat hingga terjauh dapat mendengar suara Mbah Mangli.
*Penulis tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.