Selasa 30 Jul 2013 10:36 WIB

Alhamdulillah, Muslimin Hidup Damai di Jamaika

Muslimah di Jamaika
Foto: caribbeanmuslims.com
Muslimah di Jamaika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa

Selain lembaga resmi, berbagai organisasi Islam pun menyediakan kelas pendidikan.

Jamaika, sebuah negara pulau di Amerika Utara ini menjadi rumah bagi lebih dari 5.400  Muslimin. Jumlah mereka minoritas, hanya sekitar 0,2 persen dari total populasi negara seluas 10.991 kilometer persegi tersebut.

Tapi, Islam mulai disadari sebagai agama awal nenek moyang saat kali pertama menginjak tanah Jamaika. Alhasil, perkembangan Islam mulai meningkat. Organisasi Muslim dan masjid banyak berdiri di negara Bauksit tersebut.

Menurut laman Carribean Muslim, Islam pertama kali datang ke Jamaika dibawa oleh bangsa Afrika Barat, terutama dari kawasan Gold Coast, yaitu Ghana, Nigeria, Mali, Benin, dan Togo. Mereka merupakan para budak yang diperjualbelikan. Menggunakan kapal, para budak Afrika tersebut dijual ke Jamaika.

Beberapa budak Muslimin, terutama keturunan Afrika Mandinka, Fula, Susu, Ashanti, dan Hausa tetap mempertahankan agama mereka saat tiba di negara karibia tersebut. “Mereka tak henti-hentinya berusaha untuk mempertahankan praktik-praktik Islam dalam kerahasiaan, sambil bekerja sebagai budak di perkebunan di Jamaika,” tulis web tersebut.

 

Namun, seiring berjalannya waktu, sebagian besar budak-budak Muslim asal Afrika itu mulai kehilangan identitas mereka. Hidup dikalangan keberagaman etnis membuat mereka terbawa agama para majikan mayoritas Nasrani. Sebagian mereka juga dipaksa, sebagian lain kehilangan keimanan saat dibebaskan statusnya sebagai budak oleh sang majikan.

 

Pada 1845 hingga 1917, datang imigran dari India ke Jamika. Sebanyak 16 persen dari 37 ribu imigran tersebut beragama Islam. Sesepuh mereka, Muhammad Khan, datang pada 1917 di usia 151 tahun. Putranya, Naim Khan, kemudian membangun Masjid Ar Rahman di Kota Spanyol pada 1957. Sejak itu, para imigran lain pun mulai mendirikan masjid di penjuru Jamaika. Muhammad Golaub yang datang menjadi imigran bersama ayahnya di usia tujuh tahun kemudian mendirikan Masjid Hussein di Westmoreland. Sejak 1960, Muslimin bertahap meletakkan dasar delapan masjid lain. Hingga kini, masjid pun tersebar di seluruh penjuru negeri.

 

Para imigran India ini kemudian membentuk komunitas Muslim. Merekalah yang mendominasi Muslimin di Jamaika. Adapun keturunan Afrika yang sebetulnya pembawa Islam awal, jauh sebelum bangsa India, mulai mengetahui identitas mereka. Bahkan, dalam sejarah Jamaika, Muslimin mengambil peran besar dalam melawan tirani. Tapi, tentu saja hal tersebut tak dikabarkan dalam sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah.

 

Dalam artikel “The Lost Story of Islam in Jamaica” dalam web Islandpen disebutkan, seorang akademisi dari University of the West Indies, Dr Sultana Afroz, menemukan fakta sejarah Jamaika. Ia mengatakan, para pemimpin Jamaika yang berhasil melawan penjajah, seperi Cudjoe, Nanny dari Maroon, Sam Sharp, dan Paul Bogle, merupakan penganut agama Islam.

Menurutnya, selama abad ke-15, Islam mendominasi Jamaika. Banyak warga Jamaika yang dididik orang-orang Afrika dari empat universitas tertua Afrika.

Lalu, mengapa Islam tidak menjadi agama utama di Jamaika? Sultana Afroz mengatakan, sebagian besar Muslimin di Jamaika merupakan para budak. Mereka tidak diizinkan mengajar anak-anak mereka, baik membaca menulis, termasuk mengajarkan ajaran dan budaya Islam. Mereka wajib menurut pada majikan. Jika tidak, siksaan cambuk atau rantai akan menjadi santapan sehari-hari.

Dari penjelasan Afroz tersebut, tak heran, jika generasi berikutnya tidaklah menganut agama Islam. Bahkan, mengenalnya saja pun tidak. Inilah yang kemudian menjadi isu hangat warga Jamaika, sehingga tak sedikit yang kemudian memeluk agama Islam.

Ulama dari Dewan Islam Jamaika Abdul Baseer menuturkan, Muslim pertama Jamaika memang budak. Mereka dibawa oleh orang-orang Eropa dari Afrika Barat ke Jamaika, di mana mereka mencoba untuk berlatih dan menjaga agamanya. Bangsa Maroon, lanjut Baseer, awalnya Muslim. “Namun sekarang ini mereka telah melupakan agamanya. Oleh karena itu, di pertengahan abad kedua puluh, pegawai kontrak yang bertanggung jawab atas kebangkitan Islam di Jamaika mulai membangun tempat ibadah bagi umat Islam,” kata Baseer dikutip dari artikel “Muslim Minority in Jamaica” dari laman Usinfo.

 

Saat ini, kata Baseer, Islam berpotensi diterima masyarakat Jamaika. Antara Muslimin dan masyarakat umum pun dapat hidup berdampingan. Antara Muslim pun bersatu dan saling membantu menjaga keyakinan agama mereka. Bahkan di bidang pendidikan, pihaknya memiliki dua sekolah Islam, yakni Sekolah Dasar Islamiyah dan TK di Masjid Arrahan. Meski hanya dua, sekolah tersebut pun terbuka dan banyak mendidik siswa dari keluarga Kristen.

Selain lembaga pendidikan resmi, berbagai organisasi Islam pun menyediakan kelas pendidikan. Organisasi Islam sangat tersebar di Jamaika. Beberapa, di antaranya, Dewan Islam Jamaika serta Pendidikan Islam dan Dakwah Center di Kingston. Organisasi lain bergerak di Masjid Al Haq di Mandeville, Masjid Al-Ihsan di Negril, Masjid-e-Hikmah di Ocho Rios, dan Islamic Center di Saint Mary.

 

Masjid Menjamur

Kedatangan imigran India telah memberikan sumbangsih besar bagi Muslimin Jamaika. Banyak masjid dibangun di segala penjuru pulau. Menurut data Dewan Islam Jamaika, terdapat 12 masjid berdiri di negeri tersebut. Masjid berada di Kingston, Kota Spanyol, Town St Catherine, Pelabuhan Maria, Albany St Mary, Newell St Elizabeth, dan Westmoreland. Masjid Jamaika di Kota Spanyol merupakan masjid pertama yang berdiri.

Selain 12 masjid tersebut, saat ini Muslimin Jamaika dikabarkan baru saja membangun masjid baru di Bushy Park dekat Old Harbour, Kota St Catherine. Masjid tersebut memiliki kubah logam dan menara. Beberapa pria dengan jubah dan kopiah pun terlihat memasuki masjid tersebut. Sebuah pemandangan yang jarang ditemui di Jamaika meski jumlah masjid di sana cukup banyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement