REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Pengadilan Konstitusi Uni Eropa menolak mencabut larangan penyembelihan hewan secara agama di Polandia. Penolakan ini merupakan yang kedua setelah parlemen Polandia mengesahkan aturan terkait larangan tersebut.
Hasil itu menampar usaha umat Islam dan Yahudi yang kompak menolak larangan ini. "Ini tamparan keras bagi kami dan umat Yahudi. Ironisnya putusan itu seolah meniadakan jaminan konstitusi atas kebebasan beragama," kata Kepala Mufti Polandia, Tomasz Miskiewicz, seperti dikutip Polskie Radio, Rabu (17/7).
Menurut Tomasz, keputusan itu tidak mencerminkan asas demokrasi yang dianut. Ini justru merusak rasa hormat dan toleransi antarumat beragama. Malah, dikhawatirkan akan mendorong sikap rasis. "Ancaman perpecahan dan membuka luka yang telah sembuh bakal meningkat," katanya.
Sejak 1 Januari 2013, Polandia melarang penyembelihan hewan secara agama melalui putusan parlemen. Oleh komunitas Muslim dan Yahudi, undang-undang itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi yang justru menolak gugatan itu karena pertimbangan hak asasi binatang.
Kepala Rabbi Polandia, Michal Schudrich, menyatakan larangan ini melanggar hak dasar Yahudi dan Islam. Ini akan menambah beban kedua komunitas agama untuk mengimpor daging dari luar negeri. "UU ini justru melahirkan penderitaan bagi minoritas Polandia," kata dia.
Pemerintah Polandia melalui Menteri Pertanian Stanislaw Kalemba sempat berjanji untuk mengembalikan hak dasar tersebut. "Jelas, dalam upaya melestarikan tradisi ini perlu ada adopsi yang disesuaikan konstitusi," kata dia.
Saat ini, Polandia memiliki 29 rumah pemotongan hewan yang mempraktikan ritual penyembelihan. Industri penyembelihan hewan ini mempekerjakan empat ribu orang dengan nilai omzet 259 juta dolar AS.