REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Saya seorang Muslimah. Ayah saya memiliki saudara perempuan kandung (tante saya) dan saudara laki-laki yang sebapak lain ibu (om saya). Sekarang Ayah saya sedang koma.
Sebelumnya, beliau berpesan kepada saya agar harta warisannya diselesaikan sesuai hukum Allah. Karena kakak saya yang laki-laki dan istrinya telah wafat mendahului Ayah, sedangkan anak perempuannya (keponakan saya) tinggal di kota lain.
Maka saya ingin memberikan yang terbaik agar ayah mendapat husnul khatimah. Kami mohon bantuan Ustaz dalam menyelesaikan masalah di atas jika ayah saya wafat.
Amatullah
Waalaikumussalam wr wb.
Dalam membagi harta warisan, kita harus membaginya secara adil berdasarkan syariat Islam yang telah disampaikan melalui Alquran, sunah Rasul-Nya, serta ijmak para ulama.
Allah menjanjikan surga kepada para hamba-Nya yang tunduk ikhlas dalam menjalankan ketentuan pembagian waris ini. Allah juga mengancam hamba-Nya yang menyalahi batasan-batasan yang telah ditentukan.
Baik dengan menambahkan, mengurangi, maupun mengharamkan ahli waris yang benar-benar berhak mewarisi atau memberikan bagian kepada ahli waris yang tidak berhak mewarisinya dengan ancaman neraka dan siksa yang menghinakan.
Merujuk pada kasus di atas, jika ayah Anda wafat maka ia meninggalkan istri (ibu Anda), anak perempuan (Anda sendiri), cucu perempuan (keponakan Anda), saudara perempuan kandung (tante Anda), dan saudara laki-laki seayah (om Anda).
Istri mendapatkan 1/8 bagian karena ada keturunan (anak dan cucu perempuan). Sebagaimana firman Allah SWT, “Jika kamu mempunyai anak maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu.” (QS an-Nisaa’ [4]: 12).
Anak perempuan mendapatkan 1/2 dari harta waris karena tunggal. “Jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta.” (QS an-Nisaa’ [4]: 11). Sedangkan, cucu perempuan mendapatkan 1/6 (takmilah litstsulutsain atau pelengkap 2/3).
Saudara perempuan kandung mendapatkan ashabah ma’al ghair, yaitu ketika saudara perempuan kandung bersama dengan anak perempuan (far’u muannats) tidak bersama mu’ashibnya (yakni, saudara laki-laki yang sederajat dengannya) dan tidak ada yang menghalanginya (menghijabnya).
Dalam sebuah hadis dijelaskan, Huzail bin Syarhabil telah berkata, “Aku telah mendatangi Abu Musa dan Sulaiman bin Rabi’ah untuk bertanya tentang bagian anak perempuan, cucu perempuan (dari jalur anak laki-laki), dan saudara perempuan kandung.
Mereka menjawab, “Bagian anak perempuan 1/2 dan bagian saudara perempuan kandung 1/2.” Kemudian, mereka berkata, “Datangilah Ibnu Mas’ud maka ia akan menyetujui pendapat kami. Maka, aku pun mendatangi Ibnu Mas’ud dan menceritakan masalahku.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Jika demikian maka aku telah tersesat dan tidak termasuk orang-orang yang diberi hidayah. Akan tetapi, aku akan memutuskan sebagaimana keputusan Rasulullah SAW; Bagian anak perempuan 1/2, cucu perempuan (dari jalur anak laki-laki) mendapat 1/6, adapun sisanya untuk saudara perempuan kandung (sisa tersebut dinamakan ashabah ma’al ghair (AM). (HR al-Hakim dalam Mustadrak ala Shahihain).
Berdasarkan hadis di atas, dapat kita tarik sebuah kaidah, saudara perempuan kandung dalam kondisi ashabah ma’al ghair dapat menghijab saudara laki-laki seayah. Karena, dalam kewarisan tidak akan terkumpul dua ashabah dalam satu masalah.
Adapun saudara laki-laki seayah, ia terhijab oleh saudara perempuan kandung dalam kondisi ashabah ma’al ghair. Bagian tersebut di atas setelah diselesaikan hak-hak harta peninggalan (tirkah), seperti biaya pengurusan jenazah (tajhizul mayyit), utang, dan wasiat jika ada.
Rincian bagian ahli waris masing-masing
Ahli waris Bagian 24 Keterangan
Istri 1/8 33 3/24xharta waris
Anak pr 1/2 12 12/24xharta waris
Cucu pr 1/6 44 4/24xharta waris
Sdr pr kdg AM* 55 5/24xharta waris
Sdr lk seayah M** -- --
AM= Ashabah ma’al ghair. M= Mahjub (terhalang)
Ustaz Bachtiar Nasir