REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, saya pernah mendengar hadis bahwa Rasulullah saw melaknat perempuan yang merenggangkan gigi-giginya untuk keindahan dan para perempuan yang mengubah ciptaan Allah SWT seperti tato dan mencukur alis.
Muhsin Amal - Bogor
Waalaikumussalam wr wb.
Segala puja dan puji bagi Allah SWT Karena dengan kasih sayang telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk penciptaan. “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS al-Tin [95]: 4).
Tapi, iblis tidak akan lelah menggoda dan menjerumuskan manusia ke jurang kesesatan dan dosa. Iblis memulai manuvernya dengan merusak fitrah keindahan yang ada pada manusia, dengan cara menyesatkan selera manusia, sehingga sejalan dengan hawa nafsunya saja.
Saat itulah manusia dikecamuk oleh angan-angan kosong dan mengikuti saja apa yang dibisikkan setan ke dalam benaknya. Sampai akhirnya, manusia menuruti apa saja perintah-perintah setan.
Padahal, jelas-jelas hal itu bertentangan dengan fitrah akal sehat dan sunnatullah di alam. “Dan, aku (setan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS al-Nisa` [4]: 119).
Ikhtiar mempercantik atau memperindah diri dengan mengubah ciptaan Allah adalah sesuatu yang diharamkan syariat Allah dan Rasul-Nya. Jika mengubah ciptaan itu semata-mata untuk memperindah atau mempercantik diri, apakah dengan menato badan, mencukur alis, atau merenggangkan gigi.
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Allah melaknat orang yang menato dan yang minta ditato, yang mencukur alis mata serta yang merenggangkan gigi untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah. Mengapa saya tak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah sementara itu telah tertulis dalam kitabullah.” (HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Bukhari).
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah SAW melaknat orang yang menato dan yang minta ditato, yang mencukur alis mata serta yang merenggangkan gigi untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR Tirmizi, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ahmad).
Berdasarkan hadis di atas, merenggangkan gigi hanya sekadar untuk memperindah dan menambah kecantikan, hukumnya haram. Pelakunya akan dilaknat Allah SWT dan Rasul-Nya.
Adapun jika itu dilakukan karena pengobatan atau menghilangkan cacat, membuang rasa sakit, serta ketidaknyamanan atau mengembalikan kepada bentuknya semula sesuai yang Allah ciptakan, hukumnya boleh.
Hal itu sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam hadis Nabi SAW. ‘Urjufah bin As’ad ra berkata, “Hidung saya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman Jahiliyah. Kemudian, saya tambal dengan perak, tapi hidung saya malah membusuk. Kemudian, Nabi memerintahkan saya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” (HR Tirmizi, al-Nasa`i, dan Abu Daud).
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan tentang hadis larangan merenggangkan gigi di atas ditujukan kepada orang yang melakukan itu karena ingin memperindah atau sekadar mempercantik diri.
Sedangkan, bagi mereka yang perlu melakukan itu untuk berobat dan menghilangkan cacat yang ada, hukumnya tidak mengapa.
Keterangan Imam Nawawi di atas sangat jelas. Beliau membedakan antara mengatur gigi untuk tujuan menghilangkan cacat yang ada atau sekadar memperindah penampilan karena tidak rela dengan ciptaan Allah.
Dalam hadis lain juga dijelaskan, jika itu dilakukan karena ada penyakit maka tidak apa-apa. Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Dilaknat orang yang menyambung rambut, yang disambung rambutnya, orang yang
mencukur alisnya dan yang minta dicukur alisnya, orang yang menato dan yang minta ditato, selain karena penyakit.”
(HR Abu Daud).
Dosa akibat laknat ini berlaku kepada orang yang merenggangkan dan yang minta direnggangkan. Wallahu
a’lam bish shawab.
Ustaz Bachtiar Nasir