REPUBLIKA.CO.ID, Bahkan hingga menjalani ibadah ke biara, baik pagi, siang, petang, maupun malam, apa yang didengarnya itu tetap membekas. Ditambah dengan pengalamannya bersama komunitas Muslim di Kampung Lelet.
Abdurrahman merasa tambah dekat dengan Islam. Setiap upaya untuk mencoba mengabaikan rasa itu, termasuk dengan aktif di kegiatan gereja, tidak juga menolong. Akhirnya, ia berkesimpulan, dalam Islam juga ada cinta kasih.
Awal 2000, rasa gelisahnya semakin kental. Ia tak khusyuk lagi beribadah di gereja. Kepada orang tua angkatnya yang juga tokoh gereja, ia lantas ungkapkan unek-uneknya, namun mendapat reaksi keras.
Ia diminta tidak lagi berbaur dengan keluarga Sarjono atau umat Islam lainnya. Ia tidak boleh keluar rumah, dan diminta memperbanyak meditasi.
Abdurrahman mengaku tidak bisa membohongi kata hatinya, sehingga ia pergi dari rumah orang tua angkatnya dan pindah kos. Sejumlah tokoh agama Islam ia sambangi untuk berkonsultasi.
Temannya yang mualaf membawanya pada Ustaz Jatnika. Lantas, ia dipertemukan dengan Kakanwil Depag DIY, Sugiyono. Sejak itu, dia kerap ikut ke masjid, melihat umat Muslim yang sedang shalat.
Ia pun jadi ingin shalat. Pada 1 April 2000, ia bersyahadat. Pengucapan dua kalimat syahadat berlangsung di Masjid Kakanwil Depag. ''Hati saya plong. Di tengah bahagia, ujian berat muncul,'' ujarnya mengenanag.
Dia tidak mungkin kembali ke gereja, rumah orang tua angkatnya, terlebih keluarganya di Kupang. Untuk sementara waktu, ia tinggal di rumah temannya, dan bekerja sebagai sales dan bisnis jaringan.
Tidak mudah menjadi mualaf. Itu ia rasakan lima tahun pertama. Selama itu, Abdurrahman mengaku belum menemukan model pembinaan seperti diharapkan. Ia membayangkan, pembinaan bagi mualaf terprogram, punya tahapan jelas.
Beberapa lembaga dan majelis taklim yang didatangi ternyata belum sesuai harapan. ''Kita ingin dibimbing untuk belajar ibadah dasar, mengaji Alquran, mengkaji maknanya, dan sebagainya,'' ujarnya penuh harap.
''Intinya, pembinaan yang terarah. Namun, itu belum saya temukan,'' ucapnya. Dia sempat putus asa dengan kondisi ini. Tapi, tekadnya bulat, tantangan tersebut tidak sampai melemahkan semangatnya berislam.
Abdurrahman meniatkan belajar mandiri, bertanya pada teman, atau dari ustaz ke ustaz. Alhamdulillah, Allah SWT membukakan jalan. Dia dipertemukan dengan orang-orang yang bisa memberikan ilmu serta menjadi panutan.
''Buat saya, Islam seperti ini. Allah tunjukkan beberapa alternatif, tinggal saya kemudian memilih,'' ungkapnya penuh syukur.