REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustaz, boleh tidak kalau wanita yang sedang haid mengikuti pengajian di majelis ilmu yang diadakan di dalam masjid? Soalnya, saya takut ketinggalan jika harus libur pada waktu haid untuk mengikuti pengajian yang rutin diadakan di masjid itu. Mohon penjelasannya.
Hamba Allah
Waalaikumussalam wr wb.
Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh atau tidaknya wanita yang sedang haid untuk berdiam diri di dalam masjid. Jumhur ulama dari kalangan empat mazhab berpendapat, wanita yang sedang haid tidak boleh berdiam diri di dalam masjid.
Hal itu berdasarkan firman Allah SWT yang melarang orang junub untuk menghampiri masjid sebelum mandi, kecuali untuk sekadar lewat saja.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS an-Nisa` [4]:43).
Para ulama menganalogikan (qiyas) wanita yang sedang haid dengan orang yang sedang junub karena sama-sama berhadas besar. Hadis Nabi SAW dengan tegas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW melarang wanita yang sedang haid dan orang yang junub untuk memasuki masjid.
Dari Aisyah RA, ia berkata, "Nabi SAW datang ke Masjid Nabawi. Di kala itu muka pintu rumah para sahabat Nabi bersambungan dengan Masjid Nabawi. Baginda lantas bersabda, ‘Palingkan rumah-rumah kamu ke arah lain daripada masjid.’
Kemudian Rasulullah memasuki masjid, dan para sahabat beliau belum juga mengambil tindakan apa pun karena mengharapkan ada wahyu yang turun yang memberikan mereka keringanan. Setelah itu baginda keluar bertemu mereka.
Baginda lantas bersabda lagi, ‘Palingkan rumah rumah kamu ke arah lain daripada masjid, karena sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid ini untuk perempuan haid dan orang yang berjunub." (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Hadis yang menunjukkan bahwa wanita yang sedang haid dilarang untuk masuk masjid. Dari Ummu Athiyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Idul Fitri dan Idul Adha, baik awatiq (wanita yang baru baligh), wanita haid, maupun gadis yang dipingit.
Adapun wanita haid, mereka memisahkan diri dari tempat pelaksanaan shalat dan mereka menyaksikan kebaikan serta doa kaum Muslimin. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau menjawab, ‘Hendaklah saudarinya (sesama Muslimah) meminjamkan jilbab kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim).
Sebagian ulama lain berpendapat boleh bagi wanita yang sedang haid untuk memasuki dan berdiam diri dalam masjid. Mereka dari ulama kalangan Mazhab Zhahiri, al-Muzni dan Ibnu al-mundzir dari kalangan ulama Mazhab Syafii, Muhammad bin Musallamah dari kalangan Mazhab Maliki dan juga salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
Sebagian ulama lain menegaskan tidak ada dalil yang tegas dan sahih yang melarang wanita yang sedang haid untuk berdiam diri dalam masjid.
Imam Nawawi dalam kitab Al- Majmu’ menjelaskan bahwa dalil mazhab inilah yang paling baik, karena hukum asalnya tidak ada pengharaman dan mereka yang mengharamkan tidak mempunyai dalil yang sahih dan tegas melarang hal itu.
Hadis Nabi SAW di atas yang dengan tegas melarang wanita haid untuk masuk dan berdiam diri di dalam masjid menurut mayoritas ulama hadis seperti Imam Bukhari, Baihaqi, Ibnu al-Qayyim, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dan Syekh Albani adalah hadis yang dhaif dan tidak kuat untuk dijadikan sebagai landasan hukum.
Adapun hadis kedua yang memerintahkan wanita yang sedang haid untuk memisahkan diri dari pelaksanaan shalat, menurut ulama kelompok ini maksudnya bukan menjauhi tempat shalat Ied itu, tapi menjauhi atau tidak melaksanakan shalat Ied itu sendiri karena mereka diperintahkan untuk hadir bersama yang lainnya.
Namun, karena mereka sedang haid, maka tidak boleh untuk melaksanakan shalat, sebab salah satu syarat shalat adalah dalam keadaan suci.
Dari Aisyah RA, ia berkata, "Saya datang ke Makkah dalam keadaan haid, sedangkan saya belum thawaf dan sai antara Shafa dan Marwa, maka saya mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka beliau menjawab, ‘Lakukanlah apa pun yang dilakukan oleh orang yang sedang berhaji, tetapi jangan melakukan thawaf sampai kamu suci." (HR. Bukhari).
Dalam hadis ini Nabi SAW membolehkan Aisyah melakukan apa pun termasuk berdiam diri dalam masjid asalkan tidak melakukan thawaf karena syaratnya harus dalam keadaan suci.
Dan menurut mereka, jika dasar dilarangnya wanita haid untuk masuk masjid karena ditakutkan akan mengotori masjid dengan darah haid mereka, maka pada zaman ini banyak sekali cara dan sarana untuk mencegah hal itu terjadi. Wallahu a’lam bish shawab. ¦
Ustaz Bachtiar Nasir