REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah kampus di pusat kota London menutup ruang khusus yang digunakan untuk pelaksanaan shalat Jumat.
Pihak kampus beralasan khutbah Jumat yang disampaikan membutuhkan penyesuaian. Juru bicara City University mengungkap kedua belah pihak harus berkompromi dan bernegosiasi meski akan berlangsung alot.
"Pihak kampus menyadari bahwa kebijakan yang diambil merupakan pembatasan terhadap kebebasan beragama. Namun, perlu ada penyesuaian," kata dia seperti dikutip bbcnews.co.uk, Jumat (22/2).
Juru bicara kampus mengatakan semua mahasiswa dipersilahkan memimpin shalat dan khutbah Jumat. Namun, pihak kampus tidak bisa mengambil risiko membiarkan kegiatan berlangsung tanpa ada pengawasan yang wajar.
Selain itu, pihak kampus juga mengatakan telah mengusulkan sejumlah alternatif tempat sebagai pengganti. Sementara itu, sekelompok mahasiswa Muslim yang mengatasnamakan Suara Muslim Kampus menyerukan pihak universitas untuk membatalkan putusannya itu.
Menurut mereka, kebijakan kampus mencerminkan diskriminasi terhadap mahasiswa Muslim. "Kami merasa diperlakukan tidak adil. Kami sebenarnya terbuka untuk berdialog, namun ketika anda mulai memantau khutbah itu merupakan hal yang tidak bisa diterima," kata Wasif Sheikh, kordinator kelompok tersebut.
Sebelumnya, tiga tahun lalu, lembaga Think Thank Yayasan Quailliam merilis laporan yang menyebut isi khutbah Jumat di City University berisikan materi ekstremisme.
"Ada pandangan garis keras dan suasana konfrontatif tengah dibangun. Ini terekam dalam satu khutbah yang menyebut negara Islam mengajarkan tangan pencuri dipotong, dan melempari para pezinah..," demikian laporan yayasan tersebut.
Dr Usama Hasan, peneliti Yayasan Qualiliam, mengatakan jika tidak ada sejarah masa lalu, apa yang dikatakan para mahasiswa sangat masuk akal. "Keduanya perlu melakukan penyesuaian," kata di