REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fenny Melisa
Kota itu merupakan salah satu dari tujuh keajaiban kuno. Aleksander Agung dari Makedonia mendirikan kota ini pada 331 SM di sebelah barat Delta Sungai Nil. Dia menjadikan kota tersebut menyandang nama kaisar penakluk Persia dan penjelajah Asia, Aleksandria.
Kota pelabuhan yang terletak di utara Benua Afrika ini pernah memiliki perpustakaan terkenal yang dibangun tiga abad terakhir SM. Diodorus Siculus pada abad pertama SM menggambarkan Aleksandria sebagai “kota pertama di dunia yang beradab”.
Dengan kekayaan khazanahnya, Aleksandria turut membesarkan para filsuf Yunani, seperti Euklides, Ptolemeus, dan Eratosthenes. Setiap yang hidup di kota ini, seperti Mark Anthoni, Cleopatra, Julius Caesar, ahli matematika Hypatia, memberi kontribusi terhadap pembangunan Aleksandria menjadi sebuah kota metropolis lengkap dengan istana megah, kuil, dan bangunan publik yang dihiasi dengan paduan kemewahan Eropa, Afrika, dan Timur. Walau didirikan di Mesir, Aleksandria merupakan kota kosmopolitan yang membawa kultur Yunani-Romawi.
Ahli geografi Yunani Strabo mengunjungi Aleksandria sekitar tahun 20 SM. Dia menyebut, Aleksandria sebagai kota yang penuh dengan gedung-gedung megah dan sakral. Strabo menambahkan, Aleksandria adalah kota terbesar dan satu-satunya kota di Mesir yang ramai dengan perdagangan lautnya karena kondisi pelabuhan yang dikelola dengan baik. “Tidak hanya itu, di kota ini perdagangan lewat darat pun juga berjalan lancar karena Sungai Nil yang mengalir menjadi penghubung,” tulisnya.
Akhirnya, Aleksandria ditaklukkan oleh pasukan Muslim di bawah pimpinan Amr Ibn al-Ash pada 641 M yang mengakhiri era Greco-Roman. Tidak hanya menguasai Aleksandria, Islam juga menguasai kota-kota pelabuhan lainnya di Mediterania. Dalam waktu 80 tahun sejak kematian Nabi Muhammad, tulisan sejarawan Belgia abad pertengahan, Henri Pirenne, Islam mulai merambah Turkistan hingga Samudera Atlantik dan kemudian menggantikan Kristen yang pernah menguasai pantai Mediterania. “Tiga perempat dari pesisir laut Aleksandria yang merupakan pusat dari budaya Romawi sekarang menjadi milik Islam,” tulisnya.
Karena posisinya yang rentan terhadap serangan armada Bizantium, khalifah Umar bin Khattab memerintahkan Amr agar memindahkan pusat kekuasaan dari Aleksandria ke daerah yang lebih terlindungi. Fustat yang terletak sekitar 225 kilometer sebelah tenggara pusat kekuasaan Mesir dipilih sebagai ibu kota baru.
Berdampingan dengan aliran Sungai Nil, Fustat berkembang menjadi pusat perdagangan baru dan Aleksandria berubah menjadi kota pesisir pedalaman di Mediterania. Dalam beberapa ratus tahun kemudian, Fustat menjadi kota terkaya di dunia. Ini ditulis ahli geografi Persia al-Qazwini. Komoditas perdagangan yang melewati Laut Merah dan Samudera Hindia pasti melewati kota ini. (bersambung)