Jumat 18 Jan 2013 21:45 WIB

Titik Kritis Kehalalan Sushi (1)

Rep: Susie Evidia Y/ Red: Chairul Akhmad
Sushi, makanan Jepang (ilustrasi).
Foto: trivadvisor.com
Sushi, makanan Jepang (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sebelum 2000-an, sushi termasuk makanan berkelas.

Sushi hanya ditemukan di restoran Jepang ternama atau hotel-hotel berbintang. Harganya pun cukup mahal.

Akan tetapi, kini sushi menjadi santapan yang mudah ditemukan. Penggemar sushi bisa mendapatkannya di mal, restoran, hingga kedai-kedai. Harganya pun lebih bersahabat.

Kehadiran makanan Jepang yang satu ini tentunya menjadi alternatif makanan, termasuk umat Islam. Tapi, jangan silau dulu, kata Wakil Direktur LPPOM MUI Ir Muti Arintawati.

Sebagaimana produk makanan atau minuman lain tentu dituntut kejelian dan kehati-hatian. "Ini menyangkut soal status kehalalan dan ketayiban bahan yang digunakan," ujarnya.

Muti menjelaskan, sushi banyak variasinya, terdiri atas beberapa komponen, yaitu sushi-meshi campuran Japanese rice dan rice vinegar, ditambah gula, garam, terkadang ditambah kombu (sejenis rumput laut) dan sake.

Ada juga tambahan nori, yakni produk olahan rumput laut. Variasi lainnya berupa neta, yaitu aneka seafood mentah, sayuran, dan daging mentah.

Dari komponen tersebut, Muti menilai, bahan yang paling kritis dicermati ialah penggunaan daging. Daging hewan apakah yang dipakai sebagai bahan dasarnya. Bila berasal dari daging hewan haram, seperti babi, maka sudah jelas hukumnya diharamkan.

Jika bukan berasal dari daging babi, harus ditelusuri proses pemotongannya. Karena pemotongan yang tidak sesuai dengan kaidah penyembelihan yang digariskan syariat, hukum daging tersebut bisa dinyatakan bangkai dan najis. “Tak boleh dikonsumsi Muslim,” kata Muti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement