REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Di masa lalu, ilmuwan Islam memiliki rasa tahu yang kemudian mendorong kualitas ilmu pengetahuan saat ini. Kualitas inilah yang kemudian menghilang dalam karakter ilmuwan muslim sekarang ini.
Hal itu diungkapkan Dr Pervez Hoodbhoy, saat berbicara di Universitas Aga Khan, London, Inggris. "Ilmu pengetahuan tidak hanya terkait dengan satu orang atau satu bagian di dunia. Peradaban Islam menyempurnakan peradaban Yunani yang selanjutnya diteruskan pada peradaban Eropa, itulah kontribusi peradaban Islam," kata dia seperti dikutip The Express Tribune, Kamis (17/1).
Ia mengungkap, saat pusat intelektual kekaisaran Persia, Gundeshapur jatuh ke tentara Islam di abad ke-7, ditemukan naskah Yunani. Saat itu, ada rasa keingintahuan yang besar dari kalangan ilmuwan muslim untuk mengetahui isi naskah itu. Pada akhirnya, ilmuwan muslim bekerja keras yang kemudian melahirkan terobosan intelektual.
Sayangnya, selama 900 tahun terakhir tidak ada yang dilakukan umat Islam. Itu ditengarai kematian rasa ingin tahu, dan perababan Islam pun jatuh. Ia menyesalkan pula bahwa dari satu miliar lebih umat Isla, tidak ada satu pun yang memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. "Kita sekarang ini hanya bersifat konsumerisme," kata dia.
Untuk itu, ia mendesak para ilmuwan muslim untuk menjauhi pola pikir terkait kontradiksi mendasar antara Islam dan ilmu pengetahuan. "Tidak peduli berapa banyak universitas yang anda bangun. Berapa banyak piranti teknologi yang anda datangkan, dan jurnal penelitian makalah anda mempublikasikan, yang terpenting sikap kritis," kata dia.
Tidak Diakui
Ia mengungkap, ada satu masa ketika peranan umat Islam dalam mengajukan ilmu pengetahuan tidak diakui barat, mungkin hanya beberapa yang mendapat pengetahuan hingga awal abad ke-20. "George Sarton, ahli kimia Belgia merupakan salah satu dari pihak yang mengakui kehebatan ilmuwan muslim," kata dia.
Hoodbhoy mengatakan, ada prestasi pada masa itu, tentu umat Islam memiliki hak untuk bangga. Seperti, kebanggaan umat Islam akan nama Ibnu Rusdy yang sejajar dengan ilmuwan barat lain, seperti Isaac Newton, Rene Descartes, dan Gottfried Wilhem von Leibniz.
"Ibnu Rusdy yang membawa rasionalitas ilmiah dalam fokus yang tajam sehingga ia pantas disebut bapak intelektual renaissance," kata dia.