REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ulama Sumatera Barat Prof Amir Syarifuddin mengatakan Indonesia sudah mulai menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari, meski belum sepenuhnya bisa diaplikasikan karena berbagai hambatan.
"Saat ini yang dominan diterapkan adalah hukum yang nilai-nilainya diadopsi dari hukum barat, seperti KUHP dan KUHAP yang berlaku saat ini," kata dia di Padang, Kamis (10/1).
Meski demikian, beberapa hukum Islam sudah mulai diterapkan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat pada sistem perekonomian yang berbasiskan Islam, seperti diterapkannya bank berbasis syari'ah, koperasi syari'ah dan lainnya.
"Saat ini orang sudah mulai sadar sistem perekonomian kapitalis dan sistem perekonomian sosialis yang menguasai dunia memiliki kekurangan. Disitulah saatnya orang ingin melihat sistem perekonomian Islam, bisa atau tidak menggantikan dua sistem perekonomian tersebut," beber dia.
Selain hukum perekonomian, juga sudah diterapkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini diakuinya sebagai undang-undang yang bersifat umum untuk semua pemeluk agama, namun bagi umat Islam praktiknya bagi umat Islam lebih diperinci sesuai dengan kebutuhan Konfilasi Hukum Islam (KHI) atau sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal.
Dikatakan, masyarakat memiliki pandangan tersendiri mengenai hukum perkawinan ini. Ada yang berpendapat perkawinan itu sah katika syarat dan rukunnya terpenuhi, tapi ada juga yang berpandangan hal itu belum memadai, harus dilakukan pembaharuan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pembaharuan ini sudah mulai tampak pada pernikahan dan perceraian yang mesti dilakukan di depan pengadilan, agar dapat dicatat negara demi perlindungan umat. "Hukum Islam ini dipatuhi secara keseluruhan atau tidak, tergantung kepada pemahaman, kesadaran dan kebutuhan umat Islam terhadap aturan yang ada dalam agamanya," katanya.
Menyinggung tentang hukum pidana Islam, kata dia, belum bisa diterapkan, karena saat ini masih diberlakukan hukum yang mengandung nilai-nilai hukum dari barat. Banyak pihak, kata dia, yang berkepentingan atas diterapkannya aturan yang nilai-nilainya diadopsi dari barat.
Baik dari kalangan nasionalis maupun dari agama lain, sehingga KUHP dan KUHAP yang baru, belum ditetapkan seperti yang diharapkan.