REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Masyarakat Jerman tidak lagi menolak keberadaan imigran asalTurki di negaranya. Namun, perubahan sikap itu bukan pertanda baik.
Sebab penolakan mereka mengarah pada keberadaan umat Islam. Demikian hasil riset yang dipublikasikan Universitas Bielefeld.
“Tidak lagi Turki, tapi Muslim,” ungkap Kepala Institut PenelitianInterdispliner Konflik dan Kekerasan, Universitas Bielefeld, Wilhelm Heitmeyer,seperti dikutip thelocal.de, Rabu (9/1).
Hasil riset ini mencerminkan terjadi pergeseran sikap dari masyarakat Jerman.Semula, masyarakat Jerman menerima secara budaya Xenofobia terhadap imigranTurki. Selanjutnya, mereka mulai menerima Islamofobia.
“Penolakan terhadaporang asing mendorong meningkatnya sikap anti-Islam di Jerman,” kata dia. Yang mengkhawatirkan, kata Heitmeyer.
Sikap ini tidak hanya didominasi sayap kanan saja tetapi juga kelompok kiri dan tengah. Tapi, sikap ini juga muncul diseluruh elemen masyarakat Jerman, dari para pejabat hingga masyarakat umum.
Sebelumnya, sebuah studi yang dirilis Universitas Munster pada tahun2010 menyebutkan sekitar 66 persen masyarakat Jerman Barat dan 74 persen masyarakat Jerman Timurmemiliki sikap negatif terhadap umat Islam.
Studi ini kemudian diperkuat dengan hasil riset Institut Allensbach yang menyatakan sikap itu tidak berubah dalam dua tahun terakhir.
Pakar Neo-Nazi, Universitas Dusseldorf, mengatakan pandangan negatifterhadap Islam dan Muslim diperbolehkan karena ini dipandang bukan sebagaitindakan rasisme. “Itulah faktanya,” kata dia.
Dewan Pusat Islam Jerman, Aiman Mazyek mengatakan kepolisian dan pejabatintelijen Jerman masih menganggap kekerasan terhadap Muslim termasuk dalamkategori xenofobia. Padahal, kasus tersebut sudah masuk ranah Islamofobia
“Saya kira, pemerintah perlu untuk mengungkap fakta ini,” kata dia. Beberapa tahun belakangan masyarakat Jerman terlibat perdebatan sengitsoal keberadaan imigran, khususnya imigran Muslim.
Oleh kalangan kontra, merekavdianggap merusak integrasi bangsa Jerman. Kanselir Angela Merkel sendiriseolahvputus asa dengan mengatakan multikulturalisme telah gagal di Jerman.
Namun, angin segar berhembus setelah mantan Presiden Jerman, Wulffmenyatakan Islam adalah bagian dari masyarakat Jerman. Angin segar lain datangdari sejumlah kota di Jerman, yang akhirnya mengakui hari besar Islam sebagaihari libur resmi.