Jumat 04 Jan 2013 22:20 WIB

Nafisah binti Al-Hasan, Kezuhudan Cucu Rasul (3-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kezuhudan Nafisah binti al-Hasan tak lantas membuatnya antisosial.

Konon, Imam Ahmad bin Hanbal pernah sengaja meminta doanya. Satu per satu warga Mesir mulai menyadari kedudukan Nafisah.

Tiap hari mereka memadati rumah Nafisah. Ada yang ingin belajar, sebagiannya ingin mengharapkan doa.

Kondisi ini membuatnya resah. Ia semakin sulit beribadah. Waktunya tersita. Ia memutuskan meninggalkan Mesir dan kembali ke Madinah. Tak lama kabar itu terdengar oleh otoritas Mesir, Sirr al-Hakim, turun tangan.

Sang penguasa mencegah rencana tersebut. Sebagai solusi, tempat tinggal Nafisah dipindahkan di kawasan Darb as-Siba'. Jadwal kunjungan dibatasi hanya dua hari, yaitu Sabtu dan Rabu.

Kezuhudan tokoh yang telah berhaji sebanyak 30 kali ini tak lantas membuatnya antisosial. Ia adalah sosok yang peduli sesama, suka memberi, dan menolong mereka yang membutuhkan atau teraniaya. Ia pernah menolong seorang hartawan yang terampas haknya oleh pemerintah.

Ia menentang keras kezaliman tersebut dan berjuang agar hak tersebut dikembalikan. Perjuangannya terkabul. Hartawan itu akhirnya memberikan hadiah 100 ribu dirham sebagai ucapan terima kasih. Ia terima hadiah itu dan membagikannya untuk fakir miskin. Kendati begitu, ia sendiri hidup serba kekurangan.

Konsistensi terhadap jalan zuhud itu bertahan hingga ajalnya menjemput pada Ramadhan 208 H. Ia meninggal dalam kondisi berpuasa. Permintaan untuk membatalkan puasanya, tak ia gubris. Ia wafat dengan kemuliaan.

Ia membaca, ”Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang selalu mereka kerjakan.” (QS al-An'aam [6]: 127).

Dengan untaian kalimat syahadat, ia menghadap Allah SWT. Meninggalkan kisah keteladanan yang kekal dan mewangi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement