Jumat 04 Jan 2013 21:48 WIB

Nafisah binti Al-Hasan, Kezuhudan Cucu Rasul (2)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Di negeri piramida, Nafizah binti al-Hasan mendapatkan penghargaan yang luar biasa. Warga Mesir berduyun-duyun belajar kepadanya.

Sejumlah ulama senior pun turut menggali ilmu darinya secara langsung, di antaranya Imam Syafi’i. Ia sering menghadap ke ibu dari Qasim dan Ummu Kultsum tersebut.

Pertemuan antarkeduanya berlangsung secara terpisah di belakang pembatas ruangan. Diskusi mengalir tentang soal apa pun, mulai dari fikih, hadis, dan ibadah.

Intensitas dan frekuensi pertemuan itu menumbuhkan hubungan emosional yang kuat antara guru dan murid. Ketika Imam Syafi’i sakit parah, ia meminta Nafisah mendoakannya agar cepat sembuh.

Selang beberapa hari, peletak Mazhab Syafi’i itu wafat. Ia berwasiat supaya Nafisah berkenan menshalati jenazahnya. Ia memenuhi wasiat itu. Kepergian Syafi’i menjadi pukulan berat baginya.

Guru yang zuhud

Nafisah sadar dan meyakini dunia fana. Ia pun berpaling darinya. Ia membaktikan diri sepenuhnya untuk Allah SWT. Ia menempuh jalan zuhud. Mengisi hari-harinya dengan beribadah; shalat malam dan berpuasa di siang hari.

Di sudut rumahnya, ia menggali tanah hingga menyerupai liang lahat. Di lubang itulah, ia shalat dan banyak menelaah Alquran. Seperti dikisahkan, ia membaca Alquran sebanyak 190 kali di lokasi itu.

Ketekunannya itu tak luput dari perhatian sang suami. Ia meminta agar Nafisah memerhatikan pula kondisi fisiknya. Ia tetap konsisten di jalannya. “Barang siapa yang beristiqamah bersama-Nya, maka alam semesta ada di genggaman dan akan menaatinya,” katanya.

Nafisah adalah sosok yang berhati-hati (wara'). Tak terkecuali soal makanan. Ia tidak pernah memakan apa pun kecuali dari harta suaminya. Ini berdampak pada kekuatan doa yang ia panjatkan. Doa nafisah terkenal mujarab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement