Selasa 11 Dec 2012 18:57 WIB

Dibanding Malaysia, Islam di Indonesia Miliki Kekuatan Moral

Rep: Agus Raharjo/ Red: Dewi Mardiani
Seorang umat Muslim membaca Alquran usai melaksanakan shalat dhuha (ilustrasi).
Foto: Antara/Reza Fitriyanto
Seorang umat Muslim membaca Alquran usai melaksanakan shalat dhuha (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan Islam di Indonesia tergantung pada umat muslimnya sendiri. Sebab, negara tidak menjamin eksistensi agama Islam di Tanah Air. Islam dibiarkan pasang surut oleh umatnya sendiri.

Kondisi tersebut berbeda dengan umat muslim di Malaysia dan Brunei Darussalam. Di kedua negara itu, eksistensi Islam dijamin oleh pemerintah dengan konstitusi. Bahkan, secara tegas negara hanya mengakui Islam yang diterima adalah Islam Ahlussunnah wal Jama'ah, yaitu ajaran agama yang menyandarkan ajaran pada Alquran dan hadis.

Kondisi ini, menurut Rois Syariah PBNU, Masdar F Mas'udi, mendatangkan keuntungan dan kerugian masing-masing. Dengan tidak adanya jaminan eksistensi negara dalam perkembangan Islam, kata Masdar, justru membuat umat muslim di Indonesia memiliki semangat untuk menjamin dirinya sendiri.

Caranya, kata dia, yaitu dengan mengonsolidasikan umatnya sendiri menjadi berbagai organisasi masyarakat Islam. Seperti, kata dia, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, maupun yang lainnya. Sebab tidak ada yang menjamin esksistensi agama selain umatnya.

"Agama yang tidak dijamin eksistensinya oleh negara akan menjadi kekuatan moral," kata Masdar dalam Seminar Internasional Ahlussunnah wal Jama'ah di Hotel Aston Marine, Jakarta, Selasa (11/12).

Masdar menambahkan, hal sebaliknya terjadi di negara yang dijamin eksistensi agamanya oleh konstitusi, seperti di Malaysia, kekuatan moral tidak akan tumbuh di negara tersebut. Hal ini disebabkan oleh negara yang sudah menjamin eksistensi agama Islam.

Masyarakat akan menggantungkan perkembangan Islam pada Negara. Pertanyaannya, tambah dia, seberapa lama negara mampu memproteksi agamanya. Sebab, hampir di semua negara sudah mengalami tantangan yang sama, yaitu masalah pluralisme dan demokratisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement