REPUBLIKA.CO.ID, Obat herbal menjadi salah satu alternatif di dunia pengobatan.
Ada banyak ragam jenis obat herbal yang ditawarkan oleh produsen. Mulai obat yang oral hingga yang hanya dioles di permukaan kulit saja.
Alasan konsumen beralih ke obat ini variatif. Mereka beranggapan, ini aman karena bahan dasarnya berasal dari alam.
Di sisi lain, obat herbal merupakan warisan nenek moyang yang sudah ada sejak lama dan bahan-bahannya mudah ditemukan di alam Indonesia. Benarkah produk herbal termasuk jenis obat-obatan yang aman dikonsumsi?
Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir Osmena Gunawan, menjelaskan obat-obatan herbal diracik dari bahan-bahan tumbuhan, tapi belum tentu halal ketika dikonsumsi. Ia beralasan, ketika diolah obat tersebut dicampur dengan bahan atau zat aktif lainnya.
Disinilah titik rawan kehalalan dari obat herbal. Tambahan luar untuk obat herbal yang diminum, seperti kapsul pembungkus serbuk herbal. Jika bahan kapsul terbuat dari bahan yang tidak halal, obat herbal yang diminum menjadi tidak halal. “Untuk itu, perlu juga memperhatikan bahan-bahan luar dari obat herbal,” katanya.
Soal zat aktif, juga demikian. Tambahan zat tersebut digunakan untuk mempercepat kesembuhan bagi si penderita yang sakit. Penting ditelusuri status kehalalan zat tersebut. Jika kesimpulan menyatakan zat tersebut tidak halal, ini berpengaruh pada status kehalalan obat herbal itu.
Penambahan zat tambahan pada herbal, kata Osmena, yakni kategori herbal yang dikemas dalam bentuk tablet. Zat tersebut berfungsi sebagai pengikat.
Sebelum mengonsumsi tablet herbal, tidak ada salahnya mengetahui bahan tambahan zatnya. “Kalau ternyata dari bahan yang haram, lebih baik umat Islam meninggalkan obat herbal tersebut karena tidak halal,” imbaunya.