REPUBLIKA.CO.ID, Kreativitas dan inovasi nadzir (pengelola wakaf) menjadi penentu pemberdayaan tanah wakaf.
Tak sedikit nadzir yang sadar akan pentingnya pengelolaan tanah wakaf secara produktif. Salah satunya ialah Masjid Al-Azhar.
Masjid yang terletak di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu dibangun di atas tanah wakaf.
Pihak YPI Al-Azhar (Yayasan Pesantren Islam) menyadari tanah wakaf ini tidak hanya untuk tempat ibadah. Tetapi, bisa dioptimalkan untuk kepentingan umat.
Belajar dari pengelolaan wakaf di Al-Azhar Kairo, Mesir, pendidikan di Universitas Islam tertua di dunia itu tidak dipungut biaya. Dari pemikiran itu, Al-Azhar Jakarta membentuk unit lembaga wakaf Al-Azhar sejak Desember 2010.
Menurut Direktur Eksekutif Wakaf Al-Azhar, Rofiq Toyib Lubis, tujuan dari unit ini ialah menggerakkan wakaf produktif di bidang ekonomi. “Targetnya 30 tahun mendatang, YPI Al-AZhar sama dengan Al-Azhar di Kairo yang menggratiskan seluruh siswanya dari TK sampai kuliah,” harapnya.
Untuk menarik umat agar tergerak menyalurkan wakaf melalui Al-Azhar maka dikemas beberapa produk menarik. Tujuannya agar umat bisa menentukan pilihan wakaf sesuai yang diinginkan.
Ada wakaf khairi, yang hanya membayar sekali. Ada juga wakaf berencana, pembayarannya direncanakan. Misalkan wakaf Rp 10 juta selama lima tahun, berarti setahun membayar Rp 2 juta. Bisa juga dibayar bulanan. Hingga kini sudah ada 5.000 wakif berencana, termasuk para pelajar yang menyisihkan uang jajannya.
Produk kreatif wakaf yang juga disebarkan kepada umat, berupa wakaf properti, wakaf perusahaan, dan wakaf polis asuransi. Wakaf properti, kata Rofiq, mewasiatkan hartanya untuk diwakafkan setelah meninggal.
Selama belum meninggal, properti tersebut masih bisa dinikmati. “Serendah-rendahnya sedekah ketika sudah tidak dibutuhkan, termasuk meninggal. Minimal kita melakukan yang serendah ini,” papar Rofiq.