REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Runtuhnya imperium Uni Soviet membawa perubahan pada kehidupan beragama di Azerbaijan. Perubahan itu cenderung menarik untuk disimak. Sebuah survei yang dipublikasikan Pusat Studi Strategis (CSS) baru-baru ini mengungkap setelah kemerdekaan, tradisi keagaman di Azerbaijan tidak memiliki kerangka nasional kuat sehingga rentan terhadap pengaruh negara-negara tetangga.
Kondisi itu, membuat pemuda Muslim Azerbaijan rentan terhadap propaganda radikal di masjid-masjid dan komunitas keagamaan sehingga ancaman konflik antar sekte demikian besar. "Perkembangan Islam di negara itu sangat dipengaruhi oleh dua negara yakni Iran dan Arab Saudi. Kedua negara memiliki cara pandang yang berbeda," ungkap CSS seperti dikutip todayszaman.com, Rabu (21/11).
Dari laporan itu diketahui, sekitar 30.2 persen Muslim Uzbekistan mengidentifikasi diri berkomitmen kepada Tuhan, sisanya 66 persen menyatakan hanya percaya. Soal pendidikan, sekitar 21.8 persen menyatakan belajar Islam dari buku-buku agama selain Alquran, 16 persen dari Alquran, 27.2 persen dari televisi, 34.4 persen dari keluarga, 34.2 persen dari upacara pemakaman dan 10.4 persen dari masjid.
"Singkatnya, hampir 70 persen dari Muslim Azerbaijan belajar tentang Islam dari sumber-sumber dipertanyakan, dalam artian mereka sangat rentan terhadap informasi yang salah," demikian kesimpulan CSS. "Besarnya kebutuhan akan pendidikan agama menandakan banyak ruang untuk pertumbuhan Islam radikal."
Saat ini, pendidikan agama tengah menjadi perdebatan panjang di Azerbaijan. Ini termasuk dalam bentuk konten dan konteksnya. Sebagian menginginkan tidak mengharapkan pendidikan agama masuk dalam kurikulum sekolah menengah dan perguruan tinggi.
Peneliti Sahib Jafarov menilai masuknya pendidikan agama dalam kurikulum sekolah tidak sesuai dengan ideologi sekuler. Karena itu, satu-satunya cara untuk mendidik masyarakat tentang Islam adalah melalui partisipasi media massa.
"Akan tetapi komitmen media tidak akan cukup mengatasi defisit pengetahuan dan pemahaman. Hanya program pendidikan menyeluruh dan seimbang yang bisa melakukan itu," kata dia.
Terkait larangan jilbab, hasil survei menunjukan larangan tersebut didukung 46 persen responden, sementara 40 persen responden menyatakan netral. Secara umum, masyarakat menganggap larangan jilbab sebagai langkah awal dalam memerangi Islam radikal.
Berkenaan dengan pertanyaan tentang pemerintahan nasional dan identitas negara, hanya 5 persen mendukung Azerbaijan menjadi negara agama, sementara lebih dari 50 persen tetap mendukung negara sekuler.