Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Saat taushiyah di Geger Kalong, “distrik religi” Viking yaitu kumpulan para penggemar sepakbola Persib Bandung yang cukup religius. Dengan dimotivasi oleh kang Tobi dan dihadiri oleh panglima Viking kang Heru Joko. Taushiyah dimulai dengan sepi-sepi saja namun ketika pembahasan masuk kepada kaum galau yang saya sebut dengan galau’ers, mulailah suasana ramai. Saling tuding dan gelak tawa, sekaligus aroma introspeksi mulai tercium. Mengapa demikian?, karena tema galau saat ini sedang ngetrend di kalangan anak-anak muda. Hampir di semua media apalagi di sosial media tema-tema tentang galau dibahas.
Jika kita tela’ah kata galau di kamus besar bahasa Indonesia galau berarti ; 1. ber•ga•lau, sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke•ga•lau•an sifat (keadaan hal) galau. Dikatakan “galau” berarti kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau tidak keruan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan) galau. Merujuk ke defenisi menurut kamus keadaan galau adalah saat pikiran sedang kacau tak keruan. Orang yang tengah galau pikirannya berarti sedang kacau, gundah atau resah dan sebagainya.
Saya mengaitkan kata “galau’ers” atau kaum yang galau dengan golongan orang-orang yang kacau pikirannya, resah hatinya, gundah gulana dalam kesehariannya dengan sebuah contoh orang-orang yang menyesali perbuatannya namun tidak bisa keluar untuk memperbaikinya.
Dalam Alquran untuk konteks orang-orang seperti ini saya teringat surah Al Qiyamah yang menyebutkan. “Aku bersumpah demi hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al Qiyamah, 75 : 1-2)
Kata “lawwaamah” terambil dari kata lama yang berarti mengecam. Ini dimaksudkan adalah orang yang menyesal sehingga mengecam dirinya sendiri. Orang yang menyandang nafsu atau jiwa lawwaamah ini, berada di antara dua nafsu atau jiwa yang lainnya. Yang pertama adalah nafsu Amarah. Sebagaimana tercantum dalam ayat ; “Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf, 12 : 53). Jika kita kutip dari tafsir Pak Quraisy dalam Al Misbah yaitu ; yang selalu durhaka dan mendorong pemiliknya untuk membangkang perintah-NYA dan mengikuti nafsunya. Nafsu ini mendorong manusia untuk berbuat kejahatan. Kecuali Nafsu yang diberi rahmat oleh Allah.
Kemudian yang kedua adalah nafsu lawwamah. Yaitu yang sangat menyesal dan mengecam dirinya. Lalu yang ketiga yaitu nafsu Muthma’innah, yakni yang selalu patuh pada Ilahi dan merasa tenang dengannya. Sebagaimana tercantum dalam ayat ; "Wahai jiwa yang tenang (muthma’innah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridhoi (kepada Allah) dan diridhoi (oleh Allah), maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku." (QS. Al Fajr : 27-30)
Kembali kepada “lawwamah” atau orang-orang yang sangat menyesali dirinya sendiri pada hari kiamat itu adalah orang yang sebenarnya sudah mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang haram dan yang halal. Namun mereka tidak kuasa untuk menahan gejolak nafsunya untuk tidak melanggar perintah Allah SWT. Mereka seakan-akan menyatakan bahwa dirinya lemah dan tidak mampu untuk masuk ke dalam kesholehan. Mereka yang ketika melakukan maksiat, segera bertaubat langsung kepada Allah SWT. Tetapi juga terus melakukan maksiatnya kembali berulang-ulang. Sehingga ada sebuah singkatanya itu STMJ. Yang artinya Sholat Terus Maksiat Jalan. Na’udzubillah.
Karena itulah untuk mengikat nafsu kita bisa berlatih dengan berpuasa atau shaum. Sehingga bulan Ramadhan menjadi bulan dimana kita bisa mengikat setan-setan atau seluruh sifat yang menjauh dari Allah SWT. Rasulpun menyatakan "Sesungguhnya setan itu bergerak mengikuti aliran darah, maka persempitkan jalan setan melalui lapar dan dahaga". Atau bisa juga kita dengan mengikat Akal dengan memperbanyak majelis ilmu. Kata al-‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola – ya’qilu – ‘aqlan . yang artinya mengikat , atau “kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu”. Dikarenakan setiap dari kita melakukan sesuatu itu bergantung kepada keyakinan, dan keyakinan sangat bergantung pada ilmu atau informasi. Ilustrasinya seperti kebiasaan kita mengisi atau merecharge baterai BB kita semalam suntuk, namun setelah diberiinformasi lewat manual book atau penjual ahlinya bahwa baterei itu akan rusak dan sebaiknya dicharge sampai penuh saja. Maka kitapun akan mengikuti informasi yang baik tersebut.
Kembali ke masalah galau, karenanya agar tidak galau mari memperbanyak majelis ilmu. Dengan mengikuti taushiyah atau ceramah serta ngaji Qur’an sekaligus Hadits. Seperti pemuda-pemuda yang tergabung di “distrik religi” nya Viking Persib Bandung. Pengajian atau taushiyah tersebut Alhamdulillah akan dirutinkan setiap bulannya, dengan peserta yang semakin lama harapannya akan menjadi semakin banyak. Semoga para penonton sepak bola menjadi sholeh, juga pemain-pemainnya, juga pengurusnya dan semua yang terlibat di dalamnya. Agar tidak lagi perlu slogan sportivitas dan fair play. Karena dengan kesholehan otomatis sudah mencakup seluruh nilai-nilai kebaikan yang ada termasuk sportivitas dan fair play. Ayo kang Heru Joko, kang Tobi dan pemuda-pemuda harapan bangsa lainnya. Ayo kita ngaji!
Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Erick Yusuf (pemrakarsa Training iHAQi – Integrated Human Quotient)
http//www.ihaqishop.com – twitter @erickyusuf – [email protected]