Jumat 09 Nov 2012 19:45 WIB

Perpustakaan dalam Dunia Islam (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Pengunjung mencari buku di Perpustakaan Jakarta Islamic Center, Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supri
Pengunjung mencari buku di Perpustakaan Jakarta Islamic Center, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Geliat penulisan pun meningkat setelah kertas mulai dikenalkan di dunia Islam pada abad ke-8 Masehi.

Penggunaan kertas itu kian populer dan memunculkan ragam profesi baru, salah satunya warraq atau panyalur dan penyalin kertas.

Pada 987 M, Ibn Nadim, yang tersohor sebagai warraq, menulis sebuah kepustakaan penting dengan karyanya yang berjudul al-Fihrist.

Buku itu berisi tentang daftar-daftar buku berikut isinya secara umum. Kesemua buku itu adalah karya yang pernah ia tangani.

Selanjutnya, kepustakaan dikembangkan oleh cendekiawan ternama asal Istanbul, Hajj Khalifah. Ia membuat daftar kitab-kitab klasik dilengkapi uraian singkat isinya. Total keluruhannya berjumlah 14.500 judul buku.

Sayangnya, buku-buku yang ada sepanjang sejarah kerap menjadi sasaran perusakan, baik oleh bencana alam atau ulah tangan manusia. Sejarah mencatat, tentara Mongol di Bahgdad pernah menghancurkan secara massal karya-karya Muslim saat itu.

Pada masa inkuisisi Spanyol, terjadi pemindahan ribuan naskah dari dunia Islam ke perpustakaan personal di Barat. Paling terkenal ialah Perpustakaan Inggris, Bibliotheque, dan Perpustakaan Nasional Prancis.

Pada abad ke-20, kondisi perpustakaan dan pustakawan yang agak memprihatinkan mendorong otoritas sejumlah negara mendirikan perpustakaan nasional untuk menginventarisasi koleksi-koleksi sarjana Muslim.

Seperti yang dilakukan oleh Yordania dan Mesir. Tapi, tetap saja pamor perpustakaan tersebut kurang. Bahkan, kalah dengan perpustakaan umum. Di beberapa negara, perpustakaan umum justru lebih diminati, seperti di Turki, Yordania, Pakistan, dan Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement