Rabu 17 Oct 2012 20:35 WIB

OKI Tegaskan Membawa Niat Baik di Myanmar

Rep: Indah Wulandari/ Red: Chairul Akhmad
Para biksu Myanmar tujun ke jalan, memprotes bantuan OKI terhadap Muslim Rohingnya, Jumat (12/10).
Foto: AFP
Para biksu Myanmar tujun ke jalan, memprotes bantuan OKI terhadap Muslim Rohingnya, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH – Larangan Presiden Myanmar Thein Sein dan protes sekelompok biksu di Naypyidaw atas pembukaan kantor perwakilan, membuat pengurus Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyentil pemerintahan Myanmar.

Mereka menilai ada sebuah pelanggaran komitmen bersama tentang penegakan hak asasi manusia yang telah disepakati kala sesi perdana kedatangan pengurus OKI.

Seperti dikutip dari situs majalah lokal Myanmar The Irrawaddy, Direktur Bidang Komunitas Muslim dan Islam Minoritas OKI, Talal Daous, menyatakan keheranannya atas sikap plin-plan pemerintah Myanmar.

“Saya menyesalkan kejadian pemblokiran rencana pembukaan kantor OKI di Myanmar karena kantor tersebut memang hanya diperuntukkan bagi tujuan kemanusiaan, tidak ada kepentingan lain,” tegas Daous yang ditemui di kantor pusat OKI di Jeddah, Arab Saudi, Selasa (16/10) malam.

Apalagi, lanjutnya, antara OKI dan pihak pemerintah Myanmar telah bertemu medio bulan lalu. Tepatnya setelah pertemuan 57 negara anggota OKI selesai digelar. Ditambah lagi adanya laporan dari lembaga-lembaga hak asasi manusia yang menemukan bukti pasukan keamanan menembaki warga Rohingya.

Perwakilan OKI pun bergegas mengunjungi Rakhine. “Saat itu kita telah menandatangani sebuah perjanjian bersama. Namun,dengan mencuatnya protes ini, kelihatannya mereka (pemerintah Myanmar) memang tidak serius dalam menangani isu-isu kemanusian,” sentil Daous.

Daous mengajukan bukti bahwa OKI dan pemerintah Myanmar pada 11 Agustus 2012 lalu memang telah menandatangani nota kesepahaman. OKI meminta perizinan aas pembukaan kantor perwakilan yang mengurusi bidang kemanusiaan di Rangoon dan Sittwe.

Dilanjutkan kedatangan seorang delegasi OKI ke Arakan State pada September lalu untuk menginspeksi kasus bentrokan antara umat Muslim Rohingya dan umat Buddha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement