Senin 15 Oct 2012 06:47 WIB

Ensiklopedi Hukum Islam: Gaib (2)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Kaitannya dengan Bidang Hukum

Persoalan gaib banyak dibicarakan oleh fukaha di masa lalu. Persoalan ini dapat dilihat dalam berbagai bidang, sebagai berikut:

1. Bidang ibadah, diantara contoh persoalan gaib yang terdapat pada bidang ibadah ialah shalat jenazah yang gaib. Umpamanya seseorang meninggal dunia di tempat lain sehingga jenazahnya tidak dapat dilihat oleh kaum kerabatnya.

Jika kaum kerabat itu ingin menyalatkan jenazahnya, maka boleh dilakukan dengan shalat gaib. Pelaksanaannya tidak berbeda dengan shalat jenazah yang hadir, hanya saja perbedaannya terletak pada niatnya, yaitu mengerjakan shalat jenazah gaib si jenazah empat kali takbir.

Dasar pensyariatan shalat gaib ini ialah hadis dari Abu Hurairah yang artinya, “Bahwasanya Nabi SAW menyiarkan berita kematian Raja Najasi pada hari kematiannya itu, kemudian beliau bersama mereka pergi ke mushola, sampai di sana mereka berbaris dan takbir empat kali.” (HR. Muttafaq Alaih).

2. Bidang muamalah. Masalah gaib dalam bidang muamalah meliputi hal-hal seperti jual beli barang yang gaib dari majelis akad.

Dalam memandang persoalan ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih. Ulama Mazhab Hanafi misalnya, mengatakan bahwa jual beli barang yang gaib tanpa melihat dan tidak pula ada penjelasan tentang sifat-sifatnya dari penjual adalah sah.

Akan tetapi, pembeli setelah melihat barangnya boleh khiar (memilih melangsungkan akad jual beli atau membatalkan). Khiar seperti ini disebut khiar ar-ru’yah. Demikian juga seandainya sifat barang yang dijelaskan oleh pembeli ternyata tidak sesuai dengan sifat yang disepakati, maka pembeli boleh khiar.

Menurut Mazhab Hanafi, pensyariatan khiar adalah untuk menghindari adanya unsur penipuan dalam jual beli yang diakibatkan oleh ketidaktahuan pembeli. Dasar syariat khiar ini ialah hadis Nabi SAW, "Siapa yang membeli sesuatu barang yang tidak dapat dilihatnya secara langsung maka ia memiliki hak khiar setelah melihat barang itu.” (HR. Daruqutni).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement