Selasa 09 Oct 2012 16:20 WIB

Kisah Dua Ulama Pembaharu Arah Kiblat (1)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Reuters/Hassan Ali
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Penentuan arah kiblat di Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan kualitas dan kapasitas intelektual di kalangan kaum Muslimin.

Sejarah mencatat ada dua tokoh terkemuka di Tanah Air yang berperan penting dalam penentuan arah kiblat.

Kedua tokoh yang telah melakukan perubahan besar itu adalah KH Ahmad Dahlan dan  Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Kiai Dahlan mulai melakukan penyempurnaan arah kiblat saat menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan.  Ia menggarisi lantai Masjid Besar dengan penggaris miring 241/2 derajat ke utara.  Kiai Dahlan berpendapat  arah kiblat tidak lurus ke barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya.

Menurut ilmu hisab yang dikuasainya, arah kiblat itu i miring sedikit 241/2 derajat. Upaya pendiri Persyarikatan Muhammadiyah itu mendapat penolakan dari masyarakat. Bahkan, Kanjeng Kiai Penghulu memerintahkan untuk menghapusnya. Meski begitu, Kiai Dahlan tak putus asa.

Ia lalu membangun surau sendiri. Arah kiblatnya dimiringkan 241/2 derajat ke utara. Usahanya untuk menyempurnakan arah kiblat, lagi-lagi ditentang Kanjeng Kiai Penghulu. Atas perintahnya, surau yang dibangun Kiai Dahlan pun dirobohkan. Sang Kiai dikisahkan   bermaksud meninggalkan kota kelahirannya.

Namun, niat untuk hijrah dari tanah kelahirannya itu dihalangi saudara-saudaranya.  Kiai Dahlan akhirnya mendapat jaminan  dapat mengajarkan pengetahuan agama sesuai dengan keyakinannya.

Sesudah peristiwa itu, pada 1903 M,  atas biaya Sultan Hamengkubuwono VII, Kiai Dahlan dikirim ke Makkah untuk mempelajari masalah kiblat lebih mendalam dan menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya.

Untuk menentukan arah kiblat di Tanah Air,  Kiai Dahlan  pernah mengunjungi observatorium di Lembang. Perjuangannya itu cukup berhasil,  ketika pada 1920-an masjid-masjid di Jawa Barat banyak yang dibangun dengan arah kiblat ke Barat laut.

Upaya yang sama juga dilakukan Kiai Arsyad Al Banjari. Alkisah, setelah menyelesaikan tugas belajar dan mengajar di Tanah Suci, Kiai Arsyadi beserta rombongan antara lain Syekh Abdussomad Al-Palimbangi dan Daud Al-Patani tak langsung pulang ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, melainkan singgah di Betawi.

Rombongan ulama dari Banjarmasin itu pun mengunjungi sejumlah ulama dan berdakwah di berbagai masjid dan pesantren, antara lain; Masjid Jami Jembatan Lima. Syekh Arsyad melihat arah kiblat Masjid tersebut terlalu serong ke kiri, sehingga tidak tepat menghadap ke kiblat di Makkah, melainkan lebih mengarah ke Baitul Maqdis, Yerusalem.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement