Selasa 02 Oct 2012 19:10 WIB

An Eye for an Eye

Pemaafan (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Pemaafan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Terbersit dalam ingatan kata-kata dari Mohandas Kramchand Gandhi alias Mahatma Ghandi “An eye for an eye makes the whole world blind” (hukum mata diganti mata membuat seluruh dunia menjadi buta).

Kalimat ini muncul ketika saya membaca artikel Republika Online yang berjudul “Inilah indahnya Islam dalam hukum qishas mata diganti mata”. Dalam artikel tersebut disebutkan seorang perempuan Iran yang buta dan cacat fisik permanen setelah ulah pria yang menyiram cairan asam ke wajahnya, memaafkan si penyerang yang akan menjalani hukuman qishos, yakni mata diganti mata dalam kasus ini.

Peristiwa pemaafan serupa juga pernah terjadi sebelum penerapan hukum qishos menjelang bulan Ramadhan yang juga bulan kasih sayang Allah SWT. Saat itu, seorang ayah tiba-tiba memaafkan pembunuh anaknya yang sudah berdiri depan tiang gantungan. Menurut hukum Islam, hukum qishos gugur selama korban dan keluarga atau walinya memaafkan pelaku. Inilah indahnya hukum qishos dalam Islam!

Kata “qishos” berasal dari bahasa Arab yang berarti “mencari jejak”, seperti “al-qashas“. Sedangkan dalam istilah hukum Islam, maknanya adalah pelaku kejahatan dibalas seperti perbuatannya, apabila ia membunuh maka dibunuh dan bila ia memotong anggota tubuh maka anggota tubuhnya juga dipotong. Dapat disimpulkan bahwa qishos adalah mengambil pembalasan yang sama atau serupa, mirip dengan istilah “An eye for an eye”.

Jika kita membahas Qishos, dunia barat bahkan menyatakan bahwa hukum ini tidak berperikemanusian, biadab. Padahal jika kita lihat dari ayat :“Dan dalam qishos itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah, 2 : 179).

Imam Asy Syaukani menjelaskan ayat ini dengan menyatakan, “Maknanya, kalian memiliki jaminan kelangsungan hidup dalam hukum yang Allah SWT syariatkan ini, karena bila seseorang tahu akan dibunuh secara qishos apabila ia membunuh orang lain, tentulah ia tidak akan membunuh dan menahan diri dari mempermudah dan terjerumus padanya. Dengan demikian, hal itu seperti kedudukan jaminan kelangsungan hidup bagi jiwa manusia. Allah SWT menjadikan qishos yang sebenarnya adalah kematian sebagai jaminan kelangsungan hidup, ditinjau dari akibat yang ditimbulkannya, berupa tercegahnya manusia saling bunuh di antara mereka. Hal ini dalam rangka menjaga keberadaan jiwa mereka dan keberlangsungan kehidupan mereka.

Dari penjelasan di atas jelaslah orang yang menyatakan bahwa qishos itu sesuatu yang tidak berperikemanusiaan adalah tidak tepat. Mereka tidak melihat kepada kebiadaban pelaku pembunuhan atau kejahatan ketika membunuh orang tak berdosa, ketika menjadikan para wanita menjadi janda, anak-anak menjadi yatim, serta hancurnya rumah tangga. Mereka ini hanya memperhatikan pelaku kejahatan dan tidak melindungi korban yang tak berdosa. Karenanya Allah berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Ma`idah, 5 : 50)

Lengkapnya ayat yang menjelaskan tentang hukum Qishos itu adalah ; “Wahai orang-orang yang beriman, qishos diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah, 2 : 178-179)

Karenanya jika kita tela’ah ayat tersebut walaupun Allah SWT ridho terhadap qishos namun memaafkan jauh lebih baik sebagaimana firman Allah dalam surah Al Nahl : 126,  “Jika kalian membalas maka balaslah setara dengan perbuatan yang kalian terima, dan jika kalian bersabar maka itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.  Atau di ayat,  “..Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin agar Allah mengampunimu? Sesungguhnya, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur, 24 : 22)

Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar, karena itu memang yang paling tepat, benar dan HAQ adalah dengan menggunakan hukum Allah. Mengingat artikel seorang wanita yang memaafkan orang yang keji menyiram cairan asam sampai ia menjadi buta dan rusak wajahnya dikarenakan menolak cinta, dan juga seorang ayah yang memaafkan pembunuh anak yang dicintainya sungguh mempunyai akhlak yang mulia.

Ahlak yang mencontoh akhlak Allah dan RasulNya. Semoga mereka, saya dan kita semua menjadi orang yang pemaaf dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda karenanya hanya dari Allah SWT. Aamiin.

Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Erick Yusuf (pemrakarsa Training iHAQi – Integrated Human Quotient)       

http//www.ihaqishop.com – twitter @erickyusuf – [email protected]

sumber : IHAQI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement