REPUBLIKA.CO.ID, Tentunya, pemanfaatan unsur babi tersebut menimbulkan masalah. Pasalnya, berdasarkan fatwa MUI Juni 1980 M, segala jenis makanan dan minuman yang bercampur dengan barang haram, dihukumi haram.
Fatwa itu dipertegas dengan munculnya fatwa pada September 1994. Fatwa itu menyebut keharaman memanfaatkan babi dan seluruh unsur-unsurnya.
Karenanya, pada Juli 2009, MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan, penggunaan vaksin yang berbahan babi dan atau dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan babi, hukumnya haram.
Namun, karena kebutuhan mendesak, vaksin itu diputuskan MUI boleh dipergunakan. Dengan ketentuan, selama belum ditemukannya vaksin meningitis yang halal dan vaksinisasi tersebut masih diberlakukan oleh Arab Saudi.
Setelah setahun, tepatnya Juli 2010, MUI mengkaji kembali fatwa yang telah dikeluarkan sebelumnya, yaitu soal bolehnya penggunaan MencefaxTM ACW 135Y karena kebutuhan mendesak.
Berdasarkan tinjauan ulang MUI, vaksin produksi Glaxo Smith Kline Beecham Pharmaceutival, Belgia, itu tetap dinyatakan haram. Tetapi kali ini, tak lagi boleh dipergunakan.
Keputusan ini menyusul ditemukannya vaksin meningitis yang halal. Vaksin yang dimaksud ialah vaksin Menveo meningococcal dan Meningococcal. Masing-masing adalah buatan Novartis Vaccine dan Zhejiang Tianyuan Bio Pharmaceutical. Dengan demikian, vaksin yang boleh digunakan hanyalah vaksin yang dinyatakan halal.