REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Komunitas Muslim AS mempertanyakan esensi kebebasan berekspresi jika konten dari kebebasan itu lebih kepada bentuk penistaan terhadap agama. Padahal konstitusi AS menjamin kebebasan beragama bagi masyarakatnya.
Javera Khan, 22 tahun, keturunan Pakistan, mengaku sangat terganggu dengan munculnya iklan anti-jihad dan dukungan terhadap Israel. Apalagi iklan itu muncul beberapa pekan setelah film Innocence of Muslim. "Dimana perlindungan terhadap agama," keluh dia seperti dikutip Reuters, Rabu (26/9).
Menurutnya, apa yang ditafsirkan lembaga AS pro-Israel, The Freedome Initiative Defense soal kata "jihad" itu cenderung negatif. Padahal, penafsiran dan pemahaman tentang jihad tidaklah sempit.
Pemimpin komunitas Muslim sendiri berulang kali menegaskan yang dimaksud jihad itu mengandung makna mengajak kebaikan dan tidak diartikan memperbolehkan adanya pelanggaran hukum.
Warga AS sendiri lebih banyak memandang iklan tersebut sebagai bentuk kebebasan berekspresi. "Iklan itu tidak benar, tapi itulah kebebasan berekspresi," kata Mel Moore, 29 tahun, agen olahraga. Menurutnya, keberadaan iklan atau poster yang menyudutkan satu agama tertentu sangat menganggu.
"Lagi-lagi, itu adalah kebebasan berekspresi, dan saya mendukungnya. Anda harus terbiasa dengan itu," katanya.
Wisatawan asal Australia, Peter Johnson mengatakan munculnya iklan tersebut di ruang publik sangat menganggu. "Kalau saya, tidak akan menggunakan kata-kata yang kasar," kata dia.
The Freedom Initiative Defense kembali membuat warga New York geger dengan iklan kontroversialnya. Dalam iklan itu terdapat tulisan yang berbunyi, 'Setiap perang antar manusia itu beradab dan liar' dan 'Dukung Israel kalahkan jihad'.
Pengadilan Federal sendiri mengizinkan munculnya iklan tersebut atas dalih kebebasan bereskpresi.