REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dari Abdulah bin Abbas dikatakan, ”Saya melihat Rasulullah SAW sedang duduk."
"la memandang ke langit seraya berkata, ‘Allah melaknat orang Yahudi sebanyak tiga kali, (karena) sesungguhnya Allah telah melarang mereka memakan bangkai dan darah lalu mereka merekayasa, menjual, dan memakan hasil penjualannya’.” (HR. Abu Dawud).
Berdasarkan hadis itu para ahli fikih menyatakan bahwa dilarang memperjualbelikan darah, karena memakan hasil penjualannya diharamkan.
Dalam hadis lain dari Aun bin Abi Juhfah dikatakan, "Saya melihat ayah saya membeli darah hasil berbekam. Lalu saya tanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW ketika itu melarang memakan hasil penjualan anjing, hasil penjualan darah...” (HR. Bukhari).
Hadis ini, menurut ulama fikih, secara tegas menyatakan keharaman memakan hasil penjualan darah. Kaidah fikih juga menetapkan bahwa jika dilarang menggunakan hasil penjualan darah, maka menjual darah itu pun dilarang.
Oleh sebab itu, menurut As-Sakari, segala cara yang mengacu kepada pemberian imbalan bagi donor darah tidak dibenarkan syarak, kecuali makan dan minum yang diberikan kepada seseorang yang telah ditransfusi darahnya dengan tujuan mengembalikan staminanya.
Hal ini, menurut As-Sakari, bukanlah merupakan suatu imbalan yang bermakna jual beli, karena tujuannya bukan sebagai bayaran sama sekali, melainkan untuk mengembalikan stamina donor.