REPUBLIKA.CO.ID, Pada tahun tersebut, Abdul Mukmin dapat menguasai berbagai kota di Spanyol dan Afrika Utara, termasuk Marrakech.
Penguasaan Kota Marrakech oleh pasukan Abdul Mukmin menjadi tonggak sejarah berakhirnya kekuasaan Dinasti Murabitun dan berdirinya Dinasti Muwahiddun.
Sejalan dengan peristiwa tersebut, dari segi perkembangan seni dan arsitektur, mulai berkembang corak klasik khas Muwahiddun, antara lain yang terdapat dalam bangunan Masjid Koutoubia.
Sementara itu, rekonstruksi tahap kedua diperkirakan selesai pada 1158. Pada rekonstruksi tahap kedua ini dilakukan perubahan terhadap arah kiblat Masjid Koutoubia, yakni dibuat menyamping ke kanan lebih kurang lima derajat ke arah utara dari posisi kiblat sebelumnya.
Perubahan arah kiblat tersebut dilakukan kemungkinan karena arah kiblat pada rekonstruksi masjid tahap pertama setelah selesai dibangun diketahui kurang tepat, kemudian dikoreksi pada saat dilakukan rekonstruksi tahap kedua.
Perubahan arah kiblat itu menyebabkan dinding masjid bagian kiri-kanan atau yang menghadap timur dan barat terlihat patah di bagian tengahnya.
Legenda bola emas
Dalam rekonstruksi tahap kedua juga dibangun sebuah menara di bagian sudut kiri-bawah atau di bagian barat daya dari bangunan masjid. Menara tersebut memiliki denah bujur sangkar.
Dengan ketinggian 77 meter, menara Masjid Koutoubia ini terlihat menguasai langit-langit di area Old Medina. Pembangunan menara diselesaikan pada masa pemerintahan Khalifah Muwahiddun, Yaqub Al-Mansur (1184-1199 M).
Desain menara Masjid Koutoubia menampilkan gaya arsitektur Muwahiddun klasik dengan empat buah bola tembaga menghiasi bagian puncak menara. Menurut cerita yang berkembang di tengah masyarakat Kota Marrakech, pada mulanya bola yang menghiasi puncak menara ini terbuat dari emas murni. Namun, jumlahnya hanya tiga buah.
Sementara bola emas keempat, masih menurut cerita tersebut, disumbangkan oleh istri Khalifah Yaqub Al-Mansur sebagai kompensasi atas kegagalannya untuk menjaga puasa selama satu hari penuh selama Ramadhan. Istri Khalifah Al-Mansur kemudian mendermakan sejumlah perhiasan emas miliknya untuk dilebur dan kemudian dicetak menjadi bola emas.