Jumat 14 Sep 2012 21:57 WIB

Melacak Asal-Usul Wakaf (5)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketika Shalahuddin al-Ayyubi memerintah di Mesir, ia mewakafkan tanah-tanah milik negara untuk diserahkan kepada institusi agama dan sosial yang ada pada masa itu. 

Langkah serupa juga pernah dilakukan oleh penguasa Islam di Mesir sebelumnya dari Dinasti Fathimiyah.

Perkembangan wakaf pada masa Dinasti Mamluk sangat pesat dan beraneka ragam. Pada masa pemerintahan Mamluk, apa pun yang dapat diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Akan tetapi, paling banyak yang diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan.

Pada masa Mamluk juga dikenal yang namanya wakaf hamba sahaya, yakni mewakafkan budak untuk memelihara masjid dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh penguasa Dinasti Turki Usmani ketika menaklukkan Mesir,

Undang-undang wakaf

Di era Dinasti Mamluk inilah awal mula disahkannya undang-undang wakaf dalam sebuah pemerintahan Islam. Berbagai sumber sejarah menyebutkan, perundang-undangan wakaf pada Dinasti Mamluk dimulai sejak masa Sultan Dzahir Baybars Al-Bandaqdari. Ketika itu, ia memilih hakim dari masing-masing empat mazhab.

Pada masa pemerintahan Turki Usmani, kekuasaan politik yang diraih oleh dinasti itu telah mempermudah penerapan syariat Islam, di antaranya adalah peraturan tentang perwakafan. Bahkan, untuk menangani persoalan wakaf, pada awal abad ke-19 M, pemerintahan Turki Usmani telah membentuk kabinet khusus untuk menangani masalah wakaf.

Undang-Undang Perwakafan pernah dikeluarkan oleh pemerintahan Turki Usman pada 29 November 1863. Undang-undang itu mengatur pengelolaan dan pengawasan wakaf. Undang-undang itu dipraktikkan di berbagai negara, seperti Turki, Suriah, Irak, Lebanon, Palestina, dan Arab Saudi untuk beberapa tahun setelah pecahnya Kesultanan Turki Usmani pada 1918.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement