REPUBLIKA.CO.ID, Sementara itu, kaum Muslim di Madinah juga merasa khawatir akan terjadinya serangan yang mungkin timbul dari pihak Quraisy.
Untuk menghadapi kemungkinan agresi itu, Nabi SAW sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat untuk membentuk pasukan tentara dan mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinan Nabi SAW maupun oleh sahabat lainnya.
Ekspedisi yang dipimpin langsung oleh Nabi SAW disebut Ghazwah, sedangkan yang dipimpin salah seorang sahabat disebut Sariyyah.
Selama periode Makkah dan Madinah, jumlah Ghazwah dan Sariyyah cukup banyak. Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai jumlahnya. Menurut Al-Waqidi, Ghazwah berlangsung 27 kali dan Sariyyah sebanyak 47 kali.
Adapun Mahmud Muhammad Ziyarah dalam salah satu karyanya menyebut 23 Ghazwah dan 13 Sariyyah. Bahkan, ada pula yang menyebutkan Ghazwah yang dilakukan Rasul sebanyak 28 kali.
Ekspedisi tersebut bukanlah dimaksudkan untuk berperang. Ada dua tujuan di balik ekspedisi yang diadakan Nabi SAW itu. Pertama adalah untuk berjaga-jaga dari serangan musuh yang dapat mengganggu kelangsungan dakwah Islam.
Kedua adalah membuat perjanjian damai dan melakukan dakwah Islam di kalangan kabilah yang berbatasan langsung dengan Madinah.
Perjanjian damai yang dibuat Nabi SAW dengan golongan tertentu itu, meskipun tidak menyebabkan golongan yang bersangkutan masuk Islam, sangat berarti bagi perkembangan dakwah Islam.
Perjanjian Hudaibiyah ini terjadi pada tahun keenam setelah hijrah dengan lokasi di Hudaibiyah, sebuah tempat terdekat di Makkah.