REPUBLIKA.CO.ID, Pada usia 10 tahun, Imam Bukhari sudah mampu menghafal 70 ribu hadits. Tanpa bermaksud jumawa Imam Bukhari sempat berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits sahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak sahih”.
Ia tak cuma mampu menghafal ratusan ribu hadits, namun juga mampu menyebutkan sanad dari setiap hadits yang diingatnya.
“Dia diciptakan Allah SWT, seolah-olah hanya untuk hadits,” tutur Muhammad bin Abi Hatim mengutip perkataan Abu Ammar Al-Husein bin Harits yang terkagum-kagum dengan daya ingat dan kecerdasan Imam Bukhari. Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah menilai Imam Bukhari sebagai manusia di muka bumi yang paling kuat ingatannya dalam menghafal hadits.
Menginjak usia 16 tahun, Imam Bukahri bersama ibu dan saudaranya pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah. Perjalanan pertamanya ke Semenanjung Arab itu dimanfaatkannya untuk meningkatkan pengetahuannya tentang ilmu hadits. Imam Bukhari pun berkelana dari satu kota pusat pengetahuan ke kota lainnya. Di setiap kota, ia berdiskusi dan bertukar informasi tentang hadits dengan para ulama.
Imam Bukhari sempat menetap di sejumlah kota pusat intelektual Muslim seperti Basrah, Hijaz, Mesir, Kufah dan Baghdad. Ketika tiba di kota Basrah, penguasa kota itu menyambut dan mendaulatnya untuk mengajar. Kedatangannya di Baghdad – ibu kota pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah – juga mendapat perhatian dari para ulama dan petinggi kota itu.
Sepuluh ulama Hadits di kota itu pun mencoba menguji kemampuan dan daya ingtanya dalam menghafal sabda Rasulullah SAW. Para ulama itu lalu menukarkan sanad dari ratusan hadits. Dalam sebuah pertemuan, para ulama itu lalu menanyakan hadits-hadits yang telah ditukar-tukar sanadnya itu.
Namun, Imam Bukhari mengaku tak mengenal hadits yang ditanyakan para ulama Baghdad itu, lalu membacakan hadits-hadits itu dengan sanad yang benar. Para ulama Baghdad pun terkagum-kagum dengan kecerdasan dan ketelitian sang ahli hadits. Ujian serupa juga dilakukan para ulama di berbagai kota yang disinggahinya. Dan ujian itu berhasil dilaluinya dengan baik.
Pada usia 18 tahun, secara khusus Imam Bukhari mencurahkan pikiran dan waktunya untuk mengumpulkan, mempelajari, menyeleksi dan mengatur ratusan ribu hadits yang dikuasai dan dihafalnya. Demi untuk memurnikan dan mencapai hadits-hadis yang paling otentik dan sahih, ia berkelana ke hampir seluruh dunia Islam seperti Mesir, Suriah, Arab Saudi, serta Irak.
Dengan penuh kesabaran, ia mencari dan menemui para periwayat atau perawi hadits dan mendengar langsung dari mereka. Tak kurang dari 1.000 perawi hadits ditemuinya. Hingga kahirnya, Imam Bukahri menguasai hampir lebih dari 600 ribu hadits baik yang sahih maupun dhaif. Perjalanan mencari dan menemukan dan membuktikan kesahihan hadits-hadits itu dilakukannya selama 16 tahun.
Setelah sekian lama mengembara, ia lalu kembali ke Bukhara dan merampungkan penysunan kitab yang berisi kumpulan hadits sahih berjudul Al-Jami' Al-Sahih. Kitab hadits yang menjadi rujukan para ulama itu bersi 7.275 hadits sahih. Pada usia 54 tahun, dia berkunjung ke Nishapur sebuah kota di Asia Tengah. Di kota itu, Imam Bukhari diminta untuk mengajar hadits. Salah seorang muridnya adalah Imam Muslim yang juga terkenal dengan kitabnya Sahih Muslim.
Imam Bukhari lalu hijrah ke Khartank, sebuah kampung di dekat Bukhara. Para penduduk desa memintanya untuk tinggal di tempat itu. Imam Bukhari pun tinggal di desa Khartank hingga tutup usia pada usia 62 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 256 H/ 870 M. Meski telah meninggal 13 belas abad yang lalu, namun cahaya dari Bukhara itu tak pernah padam dan terus menerangi kehidupan kaum Muslim.