Senin 30 Jul 2012 08:58 WIB

Mujahidah: Fatimah binti Ubaidillah, Ibunda Imam Syafi'i (2)

Rep: Susie Evidia/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Namun, kemiskinan tidak pernah membuat Syafi'i minder. Apalagi patah semangat. Karena sang ibunda selalu berada di sampingnya. Mendoakan, mendampingi, serta memberi semangat.

Imam Syafi'i berkata, “Tidak akan berhasil orang yang menuntut ilmu, kecuali menuntutnya dalam keadaan susah.”

Dari kondisi ini, Fatimah mengajarkan agar anaknya kelak memahami perasaan dan kehidupan masyarakat miskin.

Beruntung, Syafi'i dikaruniai kecerdasan otak. Anugerah ini dimaksimalkan Fatimah. Ia paham betul bahwa daya tangkap anaknya itu sangat luar biasa. Ia juga turun langsung mengajar dan membimbing hafalan Alquran buah hatinya itu. Syahdan, Syafi'i sukses menghafalnya di usia tujuh tahun.

Agar lebih berkualitas, Fatimah mengajak anaknya menyetor hafalan ke Syekh Ismail Qusthanthin di Makkah, belajar tafsir dari Abdullah bin Abbas. Setelah itu, Imam Syafi'i mulai menghafal hadis-hadis Rasulullah.

Dedikasi dan kedisiplinan Fatimah mencetak kepribadian dan intelektual sang anak begitu kuat. Sering kali, ia tak membukakan pintu rumah dan menyuruh anaknya itu kembali mencari ilmu.

Berpisah

Muncul keinginan Syafi'i menuntut ilmu di luar Makkah. Ketika itu, ia berumur 15 tahun. Namun, ia dilanda kebimbangan lantaran harus meninggalkan sang ibu seorang diri. Tetapi, justru Fatimah memberikan dukungan penuh.

Ibundanya itu berkeyakinan, Allah SWT-lah yang akan menjaganya. Ia membekali putranya dengan rentetan doa. Kedua tangannya memeluk erat sang putra disertai dengan linang air mata.

Ia tak hanya dikenal sukses mencetak generasi andal. Tetapi, Fatimah juga terkenal sebagai ahli ibadah. Sosok yang jenius, tegas, dan disiplin. As-Subki meriwayatkan, Ibunda Syafi'i ini pernah menjadi saksi di pengadilan bersama Ummu Basyar Al-Marisi.

Celakanya, sang hakim tidak mempertemukan saksi itu dalam lokasi yang sama. Fatimah pun menegur hakim. “Wahai Hakim, engkau tidak berhak melakukan hal itu, karena Allah berfirman, ‘Jika seorang lupa, seorang lagi dapat mengingatkannya’.”

Teguran itu membuat hakim tak lagi memisahkan para saksi. Bagi As-Subki, peristiwa ini menunjukkan betapa Fatimah memiliki ide yang hebat, kuat, dan inovatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement