REPUBLIKA.CO.ID, Tidak hanya Islamis, Islam oleh kalangan di Barat kerap diidentikkan dengan banyak hal. Mulai dari teroris, pemberontak, gerakan separatis, dan sejumlah hal buruk lainnya.
Begitu keras dan sinisnya para akademisi serta media Barat bila menjelaskan Islam. Mereka ogah menggunakan istilah yang lebih manusiawi, misalnya, pejuang Islam atau setidaknya memandang gerakan Islam di sejumlah negara sama saja dengan upaya menegakkan HAM.
Muslim Moro di Filipina misalnya, mereka sebut sebagai pemberontak, hanya karena mereka ingin tetap hidup dalam Islam. Mereka dianggap berbahaya. Padahal, yang mereka lakukan sama saja dengan yang dilakukan penganut Hindu, Buddha, atau Kristen.
Muslim Patani di Thailand Selatan juga diburu dan dianggap sebagai gerakan separatis hanya karena mereka menginginkan kebebasan dalam melaksanakan agamanya. Muslim di AS pun dicurigai sebagai bagian dari teroris dan dipersalahkan atas peristiwa pengeboman WTC, padahal mereka tidak terlibat sama sekali.
Begitu gampangnya Islam digeneralisasi. Kenyataannya, kebanyakan Muslim hanya ingin hidup tenang. Tidak terpikir untuk melakukan kekerasan atau bom bunuh diri. Islam seakan ditakuti.
Dianggap tak ada bedanya dengan komunis atau pemikiran kiri lainnya. Mereka lupa bahwa Islam adalah sebuah agama. Sebagai sebuah tuntunan dan cara manusia untuk memahami kehadiran Tuhan. Ini juga yang seharusnya diluruskan dari penggunaan istilah Islamis.
Peneliti Madya LIPI Firman Noor menyatakan, dalam kerangka sederhana terlihat bahwa istilah Islamis mencakup semua gerakan dan pemikiran yang mendapatkan inspirasi dari ajaran-ajaran Islam. Hal ini berarti termaktub di dalamnya seluruh pemikir Islam, mulai yang berorientasi tradisionalis, modernis, fundamentalis, dan liberalis.