REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL - Komunitas Muslim Eropa menjadi objek kekerasan dan prasangka dari pemberlakukan Undang-undang (UU) diskriminatif. Kondisi itu jelas membuat komunitas Muslim sulit berintergrasi ke dalam masyarakat Eropa. Demikian dilaporkan Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa.
Komisioner lembaga itu, Nils Muiznieks meminta pemerintah negara-negara Eropa untuk berusaha lebih keras memerangi diskriminasi terhadap Muslim, dan anggota parlemen harus berhenti menargetkan kelompok agama dalam paket pembahasan UU atau kebijakan.
"Sudah saatnya menerima Muslim sebagai bagian dari integral masyarakat Eropa. Mereka memiliki hak atas kesetaraan dan martabat," paparnya seperti dikutip AFP, Rabu (25/7).
Muiznieks, yang merupakan aktivis HAM asal Latvia, mengkritik kebijakan negara Eropa seperti Prancis dan Belgia yang lebih dulu memberlakukan UU diskriminatif. Ia mengkhawatirkan kebijakan itu bakal diikuti sejumlah negara seperti Austria, Bosnia, Denmark, Belanda, Spanyol dan Swiss. "Negara-negara ini sudah mencapai tahap pembahasan," kata dia.
Menurut Muiznieks, sebuah studi Uni Eropa baru-baru ini menemukan satu dari tiga Muslim di Uni Eropa telah mengalami beberapa bentuk diskriminasi dalam 12 bulan terakhir, dan satu dari empat muslim telah tangkap oleh polisi. "Kebijakan diskriminatif bersifat kontraproduktif karena mengasingkan masyarakat," kata dia.
Ia juga menyesalkan kecenderungan menggunakan kata anti-Muslim dalam setiap wacana yang terlontar. "Kegagalan multikultural dan penggunaan istilah 'anti' telah menjadi wacana populis di Eropa," pungkasnya.