REPUBLIKA.CO.ID, Ketika pasukannya yang kecil telah berhadapan dengan pasukan balatentara Persia yang besar, Utbah berseru, “Allahu Akbar, shadaqa wa’dah. Allah Mahabesar Dia menepati janji-Nya.”
Ternyata benarlah janji Allah, tak lama setelah terjadi pertempuran, Ubullah dapat ditundukkan.
Di tempat itu Utbah membangun Kota Basrah dan membangun sebuah masjid besar di dalamnya. Kemudian dia bermaksud untuk kembali ke Madinah, tetapi Amirul Mukminin memerintahkannya untuk tetap tinggal di sana, memimpin pemerintahan di Basrah.
Utbah pun menaati perintah Amirul Muminin Umar RA, membimbing rakyat melaksanakan shalat, mengajarkan masalah agama, menegakkan hukum dengan adil, dan memberikan contoh tentang kezuhudan, wara’ dan kesederhanaan.
Dengan tekun dikikisnya pola hidup mewah dan berlebihan sehingga menjengkelkan mereka yang selalu memperturutkan hawa nafsu.
Pernah dalam sebuah pidato Utbah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah SAW sebagai salah seorang kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga bagian mulut kami pecah-pecah dan luka-luka. Di suatu hari aku beroleh rezeki sehelai baju burdah, lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Sa’ad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku.”
Utbah sangat takut terhadap dunia yang akan merusak agamanya dan kaum Muslimin, sehingga dia selalu mengajak mereka untuk hidup sederhana dan zuhud terhadap dunia.
Namun, banyak yang hendak memengaruhinya untuk bersikap sebagaimana penguasa yang penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriah dan gemerlap kemewahan. Tetapi Utbah menegaskan kepada mereka, “Aku berlindung kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah!”