REPUBLIKA.CO.ID, Dikisahkan, seorang tabib diutus oleh Raja Mesir, Muqauqis, kepada Rasulullah SAW sebagai bentuk solidaritas sosial untuk mengobati penduduk Madinah secara cuma-cuma.
Namun ternyata tak ada seorang pasien pun datang berobat padanya setelah sang tabib bermukim beberapa lama di Madinah.
Setelah melakukan peninjauan terhadap penduduk kota, ia tak menemukan seorang penduduk pun memiliki keluhan kesehatan. Akhirnya, sang tabib memutuskan untuk meninggalkan Madinah karena merasa tak ada yang perlu ia obati di sana.
Ketika berpamitan kepada Rasulullah SAW, ia mengutarakan kekagumannya pada pola hidup kaum Muslimin, sambil berkata, “Tuan, izinkan kami mengetahui rahasia apakah yang menyebabkan tak seorang pun mengeluh sakit di sini?”
Rasulullah menjawab, "Kami kaum yang tidak makan hingga kami merasa lapar, dan ketika makan kami tidak (makan sampai) kenyang." (HR. Abu Dawud)
Kesehatan berkaitan erat dengan pola makan. Melalui hadis di atas, kita diajarkan untuk tidak berlebihan memasukkan makanan ke dalam sistem cernanya. Terlebih, Alquran memerintahkan hal yang sama, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. al-A’raf: 31)
Sebuah hadis hasan dari Miqdam bin Ma’dikariba menegaskan hal itu. Ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah baginya memakan beberapa suap untuk sekadar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga). Jika tidak bisa demikian, maka hendaklah ia menjadikan sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara” (HR. At-Tirmidzi)