REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Angela Merkel, melalui juru bicaranya, mengeritik keputusan pengadilan di Cologne yang melarang para dokter untuk mengkhitan anak-anak karena dianggap melukai bagian dari tubuh. Menurut Merkel, pengadilan dianggap telah menghalangi kebebasan manusia dalam melaksanakan ritual keagaman.
Menurut dia, kebebasan untuk menjalankan praktek keagamaan harus didukung oleh kebijakan hukum di suatu negara. Dia menegaskan penganut muslim dan Yahudi agar tetap menjalankan praktek khitan, sesuai dengan anjuran agamanya. "Khitan harus dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab dan tanpa ada sanksi hukum," ujar Juru Bicara Merkel, Steffen Seibert, seperti dikutip BBC.
Seibert mengatakan, pemerintah Jerman akan segera mendalami putusan tersebut. Kata dia, Jerman jelas ingin melihat terwujudnya negara yang memiliki kehidupan yang relijius dan mengakui kehidupan seluruh agama. "Putusan itu tidak dapat diletakkan di era kebebasan menjalankan agama, itu merupakan prinsip hukum," kata Siebert.
Sebelumnya, pengadilan di Cologne mengeluarkan putusan yang melarang praktek khitan bagi anak-anak di Jerman. Sebab, menurut hakim, praktek khitan telah mencederai secara fisik bagian tubuh manusia walaupun didasarkan atas perintah agama dan orang tua.
Kasus ini bermula dari dugaan malpraktik yang dilakukan seorang dokter yang mengkhitan anak lelaki berusia empat tahun. Namun dokter tersebut mendapat tuntutan hukum, karena praktek khitan tersebut menyebabkan komplikasi media bagi pasiennya.
Asosiasi Dokter di Jerman telah mengumumkan untuk menjalankan putusan itu. Dokter yang melakukan malpraktik itu telah dibebaskan, sebab keputusan tersebut dikatakan tidak mengikat.
Putusan pengadilan tersebut, menurut kritikus, akan membawa preseden buruk bagi peradilan di Jerman. Sedangkan kelompok Yahudi dan muslim di Jerman bergabung untuk menentang putusan pengadilan tersebut. Bahkan, beberapa kelompok menandatangi penolakan tersebut, seperti Kelompok Pusat Rabbinical dari Eropa, Parlemen Yahudi Eropa, Assosiasi Yahudi Eropa, dan Komunitas Islam Turki-Jerman, serta Pusat Studi Islam Jerman, dan lain-lain.