Jumat 13 Jul 2012 20:18 WIB

Jeremy Boulter: Tuhan Itu Perkasa, Tak Butuh Perantara (8-habis)

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Kian mantap Jeremy memeluk Islam. Ia datangi kantor Perkembangan Dakwah Islam. Kepada mereka, Jeremy mencari informasi resmi terkait perpindahan agama.

Beberapa langkah memasuki kantor itu, Jeremy begitu terkejut ketika begitu banyak warga Eropa. Duduk sejenak, ia disapa pria India bernama Syekh Farooq. "Ada yang biasa saya bantu?" tanya si syekh.

Mendengar suara Farooq yang lembut, Jeremy begitu lega. Sebab, ia merasa gelisah sedari awal sebelum memasuki gedung. Namun, ternyata prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Oleh Farooq, ia diminta mengikuti sejumlah pelatihan sebelum menjadi Muslim.

Saat itu, tak hanya Jeremy saja yang mendatangi kantor tersebut. Ada dua orang lain. Yang pertama berasal dari Filipina, namanya Daud. Ia seorang Kristen yang bekerja di apartemen tempat Jeremy tinggal. Yang kedua, John. Ia menjadi Muslim karena istrinya seorang Muslim. Keduanya merupakan teman dekat Jeremy.

Ketiganya akhirya dimasukkan dalam program yang sama. Mereka dibimbing oleh dua orang Muslim yang bernama Syekh Ehad atau Abu Abdurrahman dan Syekh Farooq. Keduanya menjelaskan Islam dengan rinci dan sederhana. "Mereka mengatakan Islam adalah agama monoteisme. Menjadi Muslim merupakan langkah besar dalam hidup kalian," kata Jeremy menirukan dua pembimbingnya.

Dari setiap penjelasan yang diberikan, kata Jeremy, ada satu hal yang menarik perhatian, yakni setiap Muslim di mata Allah itu sama, yang membedakan adalah kualitas iman dan takwa.

Selain itu, setiap Muslim mungkin saja masuk neraka apabila melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Pertanyaannya, manusia tidak pernah tahu kapan waktu kematiannya. "Saya langsung terdiam. Menurut pembimbing, karena itulah setiap Muslim harus berbuat baik," kata Jeremy.

Tak lama kemudian terucaplah kalimat syahadat, "Asyhadu an laa ilaha illa Allah, wa asyhadu ana Muhammad nabiyyan wa rasulullah." Jeremy resmi menjadi Muslim. Selanjutnya, salah seorang pembimbing meminta Jeremy mengganti nama.

"Nama apa yang anda inginkan. Sekarang anda telah menjadi Muslim. Anda seperti bayi yang baru lahir," kata Jeremy menirukan ucapan pembimbingnya. Jeremy sempat bingung. Sebab, ia tidak pernah berpikir mengganti namanya.

Sore hari, tepatnya pukul empat sore, ia bersama pembimbing lainnya, Yusuf, belajar cara berwudhu. Ia tunjukkan kepada Jeremy bagaimana berwudhu yang baik. Ia memastikan tidak ada kesalahan urutan dan gerakan. "Ketika anda shalat, anda harus bebas dari lapar atau haus atau keinginan buang air kecil," pesan Yusuf kepada Jeremy.

Namun, Jeremy spontan saja membersihkan diri. Ia ingin melaksanakan shalat Mahgrib dengan kondisi tubuh bersih. Ia mengingat apa yang dilakukan seperti proses pembaptisan Yohanes.

"Sebenarnya jauh berbeda. Dalam Islam ada urutan yang harus dipenuhi. Pertama yang dilakukan membersihkan bagian pribadi. Lalu lakukan wudhu. Selanjutnya, basuh tubuh dengan air dimulai dari kanan, selanjutnya kepala," tuturnya.

Selesai mandi dan berwudhu, pembimbingnya kembali memanggil. Ia memberitahu Jeremy untuk melaksanakan shalat yang pertama kali, sebenarnya yang kedua bagi Jeremy. Ia menghadap kiblat, lalu kedua tangan ke atas lalu melipatnya di dada. Lalu membungkukkan badan, sujud dan duduk di antara dua kaki. "Saya merasakan kualitas spiritual yang luar biasa. Alhamdulillah," ucap Jeremy penuh syukur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement