REPUBLIKA.CO.ID, Setelah sekian lama menanggung beban perjalanan hijrah, Rasulullah tiba di pinggiran Kota Madinah.
Para penduduk berdesakan di jalan-jalan dan lorong-lorong rumah, menyambut kedatangan beliau sambil mengucapkan tahlil dan takbir, menunjukkan kegembiraan mereka bertemu dengan Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA.
Gadis-gadis remaja keluar rumah membawa rebana. Dengan pandangan mata penuh dengan kerinduan mereka menyanyikan senandung, "Telah muncul purnama raya di tengah-tengah kita dari celah-celah gunung. Kami wajib bersyukur atas dakwah kepada Allah."
Begitulah arak-arakan mengiringi Rasulullah yang berjalan perlahan-lahan di antara barisan orang banyak, dikelilingi hati yang penuh dengan kerinduan serta curahan air mata bahagia.
Tetapi sayang, Uqbah bin Amir Al-Juhani tidak menyaksikan pawai bahagia menyambut kedatangan Rasulullah tersebut. Dia tidak beruntung datang bersama orang banyak karena ketika itu dia pergi ke gurun pasir menggembalakan domba-dombanya.
Dia takut domba-domba itu akan mati kehausan dan kelaparan, karena hanya domba-domba itulah yang dimilikinya, sebagai harta kekayaan dunia baginya.
Suasana gembira ria itu cepat menyusup ke segenap pelosok Madinah Al-Munawwarah, memenuhi lembah dan bukit, jauh maupun dekat. Dan berita suka cita itu sampai pula kepada Uqbah bin Amir Al-Juhani yang sedang menggembalakan domba-dombanya jauh di gurun pasir.
Mendengar kedatangan Rasulullah itu, Uqbah bin Amir meninggalkan domba-dombanya, dan segera berangkat menemui Rasullah tanpa menunggu-nunggu. Ketika berada di hadapan beliau, Uqbah berkata, “Berkenankah Tuan membaiat saya, ya Rasulullah?”
“Siapakah engkau?” tanya beliau.
“Saya Uqbah bin Amir Al-Juhani.”
“Baiat bagaimana yang kau kehendaki. Baiat Arabi atau baiat hijrah?” tanya Rasulullah.
“Seperti yang Tuan lakukan terhadap penduduk Madinah,” jawab Uqbah.
Lalu Rasulullah membaiatnya seperti baiat kaum Muhajirin. Ia bermalam di tempat Rasulullah dan baru keesokan harinya kembali menggembalakan domba.