Senin 02 Jul 2012 13:36 WIB

Kebijakan Moneter Pada Masa Kulafaur Rasyidin (1)

Dinar dan dirham (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Dinar dan dirham (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Prof Dr M Suyanto*

Pada masa khalifah Abu Bakar Assidiq, dalam waktu dua tahun tiga bulan, bangsa-bangsa yang memberontak itu dapat kembali tenang dan menjadi bangsa bersatu yang kuat, disegani dan berwibawa, yang akhirnya dapat menerobos dua emperium besar yang ketika itu menguasai dunia dan menentukan arah kebudayaannya.

Kedaulatan ini pula yang kemudian mengemban peradaban di dunia selama berabad-abad sesudahnya. Sejarah belum pernah mencatat peristiwa semacam ini (Haekal, 2004:). beliau tidak melakukan perubah an terhadap mata uang yang beredar dinar dan dirham masih menjadi satuan mata uang negara (Al Maqrizy, 1988:129).

Mata uang pada masa itu adalah dinar Heraklius dan dirham Persia, disamping ada uang fulus untuk pembelian barang yang murah. Koin dinar dan dirham pada masa Abu Bakar masih mempunyai berat yang tetap. Nilai dinar sama dengan sepuluh dirham. Nilai satu dirham sama dengan 48 fulus.

Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaur Rasyidin koin mata uang asing dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mitsqal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grain barley.

Satu mitsqal juga ekuivalen dengan 4,25 gram (Johnson, 1968:547). Bobot dirham tidak seragam. Untuk menghindari kebingungan, Umar menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirat atau 70 grain barley. Maka rasio antara satu dirham dan satu mithqal adalah tujuh per sepuluh (Sabzwari, 1984).

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, administrasi keuangan kaum muslim didelegasikan kepada orang-orang Persia. Pada saat itu Umar mempekerjakan ahli pembukuan dan akuntan orang Persia dalam jumlah besar untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran uang di baitul maal (keuangan negara). Mereka juga menggunakan satuan dirham untuk membantu meningkatkan sirkulasi uang.

Pada masa kekhilafahan Umar juga diterbitkan surat pembayaran cek yang penggunaannya diterima oleh masyarakat. Menurut Al-Yaqubi, Umar mengintruksikan untuk mengimpor sejumlah barang dagangan dari Mesir ke Madinah. Karena barang yang diimpor jumlahnya cukup besar, pendistribusiannya menjadi terhambat.

Oleh karena itu, Khalifah Umar menerbitkan sejumlah cek kepada orang-orang yang berhak dan rumah tangga sehingga secara bertahap setiap orang dapat pergi ke bendahara kaum muslimin dan mengumpulkan hartanya. Penggunaan sejumlah cek oleh Khalifa Umar yang diterima oleh publik menunjukkan penggunaanya sebagai alat pembayaran di periode awal Islam (Sadr, 1989).

Dengan terbunuhnya Yazdigird perlawanan Persia di seluruh kerajaan itu menjadi padam. Sebagian mereka sudah ada yang mau berdamai dengan pihak Muslim, kecuali pihak Turki penduduk Balkh (Haikal, 1973:109). Ditaklukannya Persia, percetakan uang logam terus beroperasi. Pada masa khalifah Usman bin Affan sudah ada mata uang yang bertuliskan Bismillah, Barakah, Bismillah Rabbi, Allah dan Muhammad dengan jenis tulisan Kufi (Al Maqrizy, 1988:60).

Bahkan Usman memperlakukan kaum Muhajirin tidak seperti pada masa Umar yang tidak boleh berpindah-pindah. Kaum Muhajirin diperbolehkan berpindah-pindah di segenap imperium yang tadinya dilarang, dan memperoleh kekayaan yang cukup berlimpah dan menikmati kesenangan. Hidup serba mudah daripada di masa Umar yang harus menahan diri (Haikal, 1973:119).

* Ketua STMIK AMIKOM Yogyakarta www.amikom.ac.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement