Kamis 28 Jun 2012 22:58 WIB

Islam dan Demokrasi (4-habis)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Pemilu, bentuk bentuk penerapan demokrasi.
Foto: en.wikipedia.org
Pemilu, bentuk bentuk penerapan demokrasi.

Syura, model demokrasi Islam

Selepas wafatnya Rasulullah SAW pada 12 Rabiul Awal 11 H, para sahabat memutuskan untuk mencari tokoh yang dapat memimpin umat Islam.

Sebelum Rasulullah wafat, beliau tidak menunjuk pengganti atau mewariskan kepemimpinannya kepada seseorang. Suksesi kepemimpinan pada waktu itu dilakukan para sahabat dengan musyawarah (syura) dan pemilihan.

Masyarakat Islam dengan sukarela dan tanpa paksaan mengakui dan menyetujui empat sahabat Rasulullah, secara berurutan, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, menjadi Khulafa' Ar-Rasyidin (para pengganti yang memberi bimbingan). Pemilihan dan musyawarah dilakukan sesuai dengan kondisi saat itu.

Sejak saat itulah, kemudian muncul istilah syura dalam kehidupan politik, sosial, dan kemasyarakatan umat Islam. Syura berarti permusyawaratan, hal bermusyawarah atau konsultasi.

Dalam Surah Ali Imran ayat 159 Allah SWT berfirman, ''Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan bermusyawarlah (syawir) dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian apabila telah berbulat tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang betawakal kepada-Nya.''

Dengan ayat itu, Islam menjadikan syura sebagai prinsip utama dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, politik dan pemerintahan. Syura merupakan suatu sarana dan cara memberi kesempatan kepada anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mengikat, baik dalam bentuk peraturan hukum maupun kebijakan politik.

Setiap orang yang bermusyawarah tentu akan berusaha menyatakan pendapat yang baik, sehingga masalah atau persoalan yang dihadapi bisa diselesaikan. Jika para pemimpin masyarakat, politik dan pemerintahan mengikutsertakan rakyat untuk memusyawarahkan suatu urusan, maka rakyat akan memahaminya dan ikut berpartisipasi dalam melaksanakannya.

Dengan begitu rakyat terhindar dari kesewenang-wenangan. Melalui ayat itu pula, Allah melarang para pemimpin umat memutuskan suatu urusan dengan sewenang-wenang tanpa memerhatikan aspirasi umat.

Al-Qurtubi, seorang mufasir, menyatakan, musyawarah adalah salah satu kaidah syara dalam ketentuan hukum yang harus ditegakkan. “Maka barangsiapa yang menjabat sebagai kepala negara, tetapi ia tidak bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama (ulama) maka harus dipecat,'' tegasnya.

Bentuk pelaksanaan syura memang tak ada yang menjelaskannya. Nabi Muhammad SAW yang gemar bermusyawarah dengan para sahabatnya tak mempunyai pola dan bentuk tertentu. Sehingga bentuk pelaksanaan syura bisa disesuaikan dengan kondisi dan zaman umat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement