REPUBLIKA.CO.ID, Di dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tampil selompok orang yang mendapat kepercayaan rakyat untuk menjadi pemimpin dan menjabat sebagai petinggi ataupun pejabat di pemerintahan.
Mereka memiliki tugas dan kewajiban sesuai dengan departeman masing-masing. Pejabat, tak lain, ialah para pemegang amanat rakyat. Mereka adalah khadim, para pelayan masyarakat. Lantas, bagaimanakah pejabat yang ideal menurut perspektif Islam?
Syekh Abdul Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada, dalam Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan As-sunah, menyebutkan beberapa etika dan barometer untuk mengukur ideal atau tidaknya seorang pejabat. Baik etika ataupun parameter itu, sekaligus menjadi kriteria dan syarat yang harus dikerjakan pejabat supaya mendapatkan predikat aparat yang baik dan bertanggung jawab.
Syekh Nada mengatakan, bahkan Allah menetapkan sejumlah hukum syariat itu sebagai kode etik dan adab dalam pemerintahan yang mesti dipraktikkan agar kepemimpinan tidak lantas menjadi malapetaka.
Poin pertama yang ia garis bawahi ialah niat dan motif di balik pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Niat mendasar seorang pejabat ialah semata-mata menegakkan nilai-nilai luhur yang ditetapkan Allah untuk kemanusian. Perkara yang kedua, menurutnya, selayaknya pejabat pemerintah tidak berambisi dan meminta posisi jabatan.
“Biasanya, ambisi itu kerap mengalahkan hati nurani dan rambu-rambu kepatutan yang diajarkan agama. Segala cara, tak jarang, akan ditempuh agar keinginannya tercapai. Atas dasar inilah maka Rasulullah SAW melarangnya,” kata Syekh Nada.
Hadis Bukhari dari Abu Hurairah RA, menegaskan akan larangan memburu dan mengemis jabatan. “Kalian akan berambisi untuk menjadi penguasa sementara hal itu akan membuat kalian menyesal di hari kiamat kelak. Sungguh, hal itu (ibarat) sebaik-baik susuan dan sejelek-jelek penyapihan.”
Riwayat lain, bahkan dengan redaksi yang jelas melarang meminta jabatan. Larangan itu disampaikan Rasulullah ke Abdurrahman bin Samurah.
Etika ketiga, menurut Syekh Nada, ialah sikap adil antarsesama manusia. Tanpa berlaku diskriminatif terhadap suatu kelompok. Perlakuan adil seorang pejabat, bisa berupa keputusan dan kebijakan yang tidak sentimen dan memihak satu golongan dengan menafikan pihak lainnya. Ada banyak dalil yang bisa dijadikan dasar untuk etika ini. Di antaranya, QS An-Nisa”: 58, QS. Al-Maidah: 8, dan QS. Shaad: 26.