REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum Wr Wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
“Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru, namamu akan selalu hidup, dalam sanubariku...”
Cuplikan lagu tersebut sudah saya kenal sejak di bangku sekolah dulu. Bahkan seluruh bait lagu serta liriknya saya hafal dan juga tentu mengerti artinya, namun belumlah terasa menyentuh hati sanubari.
Lirik itu hanya terasa di lisan belumlah masuk ke dalam hati. Belum menyatu, belum “nyurup” kalo bahasa sundanya. Mungkin karena itulah beliau, guru-guru saya menyebutkan dalam berbagai kesempatan, “suatu saat kamu akan mengerti”. Dan benar sekarang saya benar-benar mengerti!
Mereka para guru menitipkan bekal pada kita berupa ilmu (science) & pengetahuan (knowledge), yang nantinya akan kita pakai dalam meniti perjalanan hidup kita. Ia berguna seperti cadangan air ketika dahaga, system reserve ketika ukuran fuel bensin merah mentok ke kiri, seperti bom waktu yang siap meledak melahirkan ide-ide yang brilian.
Memang perlu waktu untuk memahami itu. Perlu kesabaran di dalam menuntut ilmu. Tidaklah kita menjadi heran ketika Imam Ahmad, seorang ulama besar perawi hadits menyebutkan, “Aku terus mempelajari permasalahan darah haid (tentang hadis darah haidh) selama Sembilan tahun sehingga aku memahaminya”. Subhanallah, mungkin bukan hanya waktu tapi juga perlulah “peristiwa” dan tentu kehendak Allah SWT agar ilmu bermetamorfosa menjadi hikmah.
Jika kita membahas kata guru dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Jika dalam Wikipedia dari bahasa sansakerta secara harfiah berarti berat, namun dipahami juga dihormati. Secara umum arti guru merujuk kepada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik atau muridnya. Dalam filosofi jawa guru dimaknai dengan“digugu dan ditiru” artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti.
Seperti peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, yang artinya: bila seorang guru melakukan suatu kesalahan, maka murid pun akan mengikuti berbuat salah juga, malahan lebih lagi. Peribahasa ini menekankan arti penting guru dalam kehidupan.
Dalam dunia pendidikan Islam, guru memiliki beberapa istilah seperti “mu’allim”, “mu’addib”, “murabbi”, “muddaris” dan “mursyid”. Istilah mu’allim dari kata dasar “ilmu berarti menangkap hakikat sesuatu. Dalam setiap ‘ilmu terdapat dimensi teori dan dimensi amal.Karena itu guru sebagai pengajar, penyampai ilmu pengetahuan secara teori dan praktiknya.
Istilah mu’addib dari kata dasar adab, yang berarti etika dan moral atau juga kemajuan.Ini lebih menekankan guru sebagai Pembina moralitas dan akhlak dengan keteladanan. Istilah murabbi dari kata dasar Rabb, yang berarti menumbuhkembangkan, memelihara alam, karena itu ini lebih menekankan kepada pengembangan dan pemeliharaan baik aspek jasmani maupun rohani.
Istilah muddaris dari akar kata darasa-yadrusu-darsan wadurusan wadirasatan; yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih, atau mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya dengan menghilangkan ketidaktahuan atau menghapus kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka.
Istilah mursyid biasa digunakan untuk guru dalam Thariqah atau kelompok yang menganut mazhab tertentu. Sedangkan istilah yang umum dipakai dan memiliki cakupan makna yang luas dan netral adalah ustadz yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai “guru”.
Seseorang melakukan sesuatu berdasarkan apa yang diayakini. Apa yang diyakini tersebut sangat bergantung kepada apa yang dia ketahui. Dalam bahasa yang lain; amal perbuatan sangat bergantung pada iman, dan iman bergantung pula pada ilmu. Betapa pentingnya posisi ilmu, oleh karena itu Islam sangat mengedepankan orang-orang yang berilmu.
Dari Abi Darda dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda”, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya karena ridho (rela) terhadap orang yang mencari ilmu. Dan sesungguhnya orang yang mencari ilmu akan memintakan bagi mereka siapa-siapa yang ada di langit dan di bumi bahkan ikan-ikan yang ada di air. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah seperti keutamaan (cahaya) bulan purnama atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi, sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambil bagian untuk mencari ilmu, maka dia sudah mengambil bagian yang besar (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)
Telah bersabda Rasulullah saw, “Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai), atau orang yang belajar, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka (HR. Baihaqi)
Jika kita memahami betapa besar jasa guru kepada kita semua, dan mestilah kita berupaya juga masuk ke dalam keutamaan dengan menjadi guru dalam arti yang sebenar-benarnya, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan RasulNYA. Setidaknya guru bagi anak-anak kita di rumah, guru bagi anak buah kita di kantor dan lain sebagainya. Mari kita doakan para guru kita, barakallahu fiikum. Aamiin Yaa Rabb
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Twitter: @erickyusuf