Jumat 01 Jun 2012 22:13 WIB

Halalan Thayyiban: Titik Kritis Fermentasi Roti (2-habis)

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Chairul Akhmad
Fermentasi roti (ilustrasi).
Foto: outlanderkitchen.com
Fermentasi roti (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Bahan dasar shortening bisa bermacam-macam. Bisa berasal dari minyak nabati atau hewani, biasanya diambil dari lemak babi atau sapi dan atau minyak ikan.

Pembuatannya bisa hanya menggunakan minyak nabati atau gabungan dari unsur minyak yang tersebut tadi. Titik kritis shortening ialah tatkala produksinya bisa memakai lemak yang berasal dari lemak hewan.

Selama tidak ada jaminan kehalalan dari asal lemak hewani tersebut, menurut Anton, statusnya bisa berubah menjadi syubhat. Sebaiknya dihindari mengonsumsinya. Sebaliknya, produk yang telah dinyatakan kehalalannya berarti bahan dasar shortening kemungkinan besar berasal dari minyak nabati.

Lantas bagaimana dengan leavening agent atau yang dikenal dengan bahan pengembang? Jenis zat campuran dalam roti ini adalah bahan-bahan yang digunakan untuk mengembangkan adonan.

Biasanya, adonan tersebut berbahan dasar utama terigu yang mengandung glueten. Leavening biasanya merupakan senyawa asam atau garamnya yang akan bereaksi dengan sodium bikarbonat (dengan adanya air) sehingga terbentuk gas karbondioksida.

Proses pengembangan selanjutnya ialah karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh protein gluten yang terkandung pada terigu yang ada dalam adonan. Melalui tahapan ini maka adonan akan berubah mengembang.

Anton mengatakan, salah satu jenis pengembang adonan yang harus dihindari ialah cream of tartar yang hasilnya adalah garam tartarat. Produk ini penting dijauhi lantaran bahan tersebut merupakan hasil samping industri wine.

Di bagian lain, penyabet gelar doktor di Reading University, Inggris, tersebut menyarankan agar penggunaan alkohol dalam pembuatan roti dihindari. Namun, pada kasus-kasus tertentu adakalanya tidak dapat dihindari.

Misalnya, saat produksinya memakai natural extract di mana pelarut yang aman justru alkohol atau sebagai pengawet. Dalam kondisi semacam ini maka dibolehkan asal kadarnya pada produk akhir harus kurang dari satu persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement